Yang Fana Adalah Waktu, Kita Abadi
Oleh Wahyu Putri Wijayani
(Kematian adalah kepastian)
aku ingin mencintaimu dengan
sederhana:
dengan kata yang tak sempat
diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya
abu
aku ingin mencintaimu dengan
sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat
disampaikan
“Bagaimana
menurtmu ? apa aku sudah baik menyampaikan puisi Sapardi ini untukmu ?,” tanya
Ryan kepada Melati, kekasihnya.
“Kau
cukup baik, namun sepertinya itu belum dari hati,” jawab Melati sambil
memperhatikan dengan seksama wajah Ryan.
“Lalu
kau mau aku membacanya lagi ?,” tanya Ryan dengan serius
“Tidak,
aku hanya bercanda, kau sudah cukup baik sayang. Aku sangat menyukai semua
puisi yang kau bacakan,” jawab Melati dengan senyum manjanya. Lalu Ryan pun
mencubit pipi Melati yang tembam itu dengan gemasnya. Percakapan di taman sore
itu menjadi rutinitas sehari – hari yang mereka lakukan setiap selesai bekerja.
Dan setiap pertemuan mereka pun, Ryan selalu membacakan puisi untuk Melati.
Dua tahun sudah mereka menjalin
hubungan asmara, kedua orang tua mereka pun telah merestui hubungan mereka dan
selalu meminta mereka untuk segera melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang
lebih serius. Namun, keduanya belum terlalu memikirkan hal tersebut. Keduanya
masih fokus pada pekerjaan mereka masing – masing.
Suatu hari, Melati telah sampai di
taman yang biasa mereka kunjungi. Namun setelah dua jam menunggu, Ryan tak juga
datang. Melati sudah mencoba untuk menghubungi nomor telepon Ryan, tapi
nomornya tidak aktif. Akhirnya Melati memutuskan untuk pulang dengan wajah
kesal.
Seminggu sudah berlalu, namun belum
juga Ryan dapat dihubungi. Selama seminggu itu,setiap harinya, Melati terus
menunggu Ryan di taman itu selesai Bekerja. Bahkan di hari Minggu pun Melati
mengunjungi taman tersebut untuk menanti kedatangan Ryan.
Perasaan sedih dan marah pun selalu
menggelayuti pikiran dan hati Melati. Ia merasa telah dikhianati oleh
kekasihnya. Semua janji – janji Ryan mengambang dan menguap dalam pikirannya.
Tiba – tiba ia teringat dengan salah satu janji Ryan, yaitu bahwa Ryan berjanji
akan menikahinya suatu hari nanti di taman yang sering ia kunjungi bersama.
Mereka akan mengadakan pesta kebun yang didatangi oleh orang – orang terdekat.
Air mata Melati menetes dan sulit
untuk menghentikannya. Isak tangisnya pun terdengar oleh ibunya yang berada di
kamar sebelah.
“Ada apa Melati ?,” tanya ibunya
“Oh tidak ada apa-apa ibu. Jawab
Melati sambil menyeka air matanya
“Semuanya
baik – baik saja?, tanya ibunya, dengan masih penasaran
“Semuanya
baik – baik saja ibu, hanya ada sedikit masalah tak berarti,” jawab Melati
dengan senyum terpaksanya.
“ Jika masalah itu tak berarti, kau
tak mungkin menangis Melati ?” tanya ibunya dengan menatap dalam – dalam kedua
bola mata Melati yang terus mengelurkan air mata itu. Kemudian, tanpa berkata
apapun Melati pun langsung memeluk ibunya dan menangis di dada Ibunya.
Sejak kecil, Melati memang sudah
dekat dengan ibunya. Karena tidak ada siapapun orang yang berada di rumah
kecuali ibunya. Ayahnya telah meninggal dunia tepat ketika Melati dilahirkan.
Hal tersebut memaksa ibunya untuk menjadi ayah sekaligus ibu bagi Melati. Ibunya
merupakan sosok yang tegar. Dalam keadaan yang sesulit itu, ibunya mampu
bertahan dan membesarkan Melati dengan usahanya sendiri. Keadaan tersebut
membuat keduanya saling menyayangi satu sama lain.
Suatu hari di suatu siang ketika
Melati sedang sibuk dengan semua pekerjaan kantornya, tiba – tiba saja
teleponnya berdering, dan setelah Melati mengangkat teleponnya, segera ia
bergegas ke sebuah rumah sakit.
“ Bagaimana keadaan Ibu saya ?,”
tanyanya dengan panik pada seorang perawat yang baru saja keluar dari ruangan
tempat ibunya dirawat.
“ Anda masuk saja, di dalam sudah
ada dokter yang menangani” jawab perawat tersebut.
Sudah sekitar satu tahun Ibu Melati
mengidap penyakit gagal ginjal, namun Ibu Melati tidak memberitahukannya pada
Melati. Ia khawatir, jika Melati tahu, maka ia akan cemas. Maka dari itu Ibu
Melati merahasiakan hal tersebut pada Melati.
Setiap harinya, Melati selalu
menjaga Ibunya di rumah sakit selesai pulang bekerja. Waktu dan pikirannya
hanya tertuju pada Ibunya. Ryan pun sudah mulai ia lupakan dengan perlahan.
Meskipun hatinya masih mengharapkan kedatangan Ryan, namun logikanya selalu
berusaha untuk melupakannya. Amarah serta kesedihannya bercampur jadi satu.
Ryan, yang selama ini telah menjadi sosok pria penyayang yang sejak kecil tak
pernah ia dapatkan dari seorang ayah, kini telah pergi meninggalkannya.
Suatu malam, ketika Melati masih
menemani Ibunya di rumah sakit. Ryan datang ke rumah Melati. Mengetahui Melati
berada dirumah sakit. Ryan pun bergegas pergi ke rumah sakit untuk menemui
Melati.
Di suatu lorong rumah sakit, Ryan
sejenak duduk di sebuah bangku. Ia termenung sejenak. Pandangannya tertuju pada
benda yang ia bawa saat itu. Kemudian ia memutuskan untuk meletakkan benda yang
berada di tangannya itu di sebuah pot.
“Mungkin
hari ini belum saatnya untukku mengatakan padanya,” gumam Ryan dalam hati.
Perlahan, Ryan pun mulai masuk di ruang tempat Ibu Melati dirawat.
“Melati,” panggil Ryan dengan suara
lirih. Melati pun menoleh dan raut mukanya pun langsung berubah. Ryan, yang
selama ini telah meninggalkannya selama berhari – hari, kini muncul di
hadapannya. Sejenak Melati memandang dengan penuh rasa bahagia. Namun tiba –
tiba raut mukanya berubah dengan wajah penuh amarah.
“Kenapa kau datang kemari?,” tanya
Melati dengan wajah ketus.
“Kau tak menginginkan aku datang
kemari Melati ?, aku hanya ingin menemanimu,” jawab Ryan dengan senyum tipis.
“Aku marah padamu, apa kau tak sadar
itu ?” jawab Melati dengan nada semakin meninggi. Lalu Ryan pun mendekati
Melati dan kemudian, dengan kedua tangannya mengarahkan pandangan Melati
padanya.
“Aku mencintaimu Melati, selamat
ulang tahun sayang,” ucap Ryan dengan kedua bola matanya mengarah pada mata
Melati yang mulai mengeluarkan air mata.
“Sudahlah, kau tak bisa berbohong
padaku, jangan memaksakan hatimu untuk membenciku. Aku mengenalmu Melati, jauh
mengenalmu,” lanjut Ryan, yang kemudian memeluk Melati dengan eratnya.
“Kau pemenangnya” gumam Melati dalam
hati sambil menangis di pelukan Ryan.
Sejak saat itu, setiap harinya Ryan
selalu menemani Melati untuk menjaga Ibu Melati di rumah sakit. Kebersamaan
mereka berdua pun semakin mempererat hubungan mereka kembali.
Di suatu sore hari, tiba – tiba saja
Ryan ingin membacakan sebuah puisi untuk Melati seperti kebiasaannya dulu
ketika di taman.
“ Melati, apa kau mau aku bacakan
sebuah puisi ?,” tanya Ryan
“Tentu saja, kau sangat indah ketika
membacakan puisi untukku,” jawab Melari dengan wajah berbinar.
Yang
fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut
detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai
pada suatu hari
kita
lupa untuk apa.
“Tapi,
yang
fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.
Kita abadi.
“Aku kali ini tak mengerti arti dari
puisi yang kau bacakan ?” ucap Melati dengan wajah penuh kebingungan.
“Sejak dulu pun aku yakin kau tak
paham semua puisi yang kubacakan” sindir Ryan lembut.
“aku tak sebodoh apa yang ada dipikiranmu,”
jawab Melati dengan muka cemberut.
“Baiklah, anggap kali ini kau
pemenangnya,” ucap Ryan dengan mencubit pipi Melati
“Terimakasih sayang, kau telah
menemaniku menjaga Ibuku. Besok, Ibuku akan menjalani operasi. Aku sangat gugup
sekali. Aku khawatir jika ...” ucapan Melati terputus, dan ia pun langsung
mengalihkan pandangannya pada ibunya yang tertidur di ranjang rumah sakit.
“ Tenanglah Melati, semua akan baik
– baik saja. Aku akan selalu menemanimu. Di saat apapun. Karena seperti puisi
yang kubacakan tadi bahwa kita abadi” urai Ryan dengan senyum tipisnya.
Keesokan harinya, operasi Ibu Melati
pun berjalan dengan lancar. Kemudian dengan rona wajah bahagia, Melati pun
segera menghubungi Ryan untuk memberitahukan bahwa operasi Ibunya berjalan
dengan lancar. Namun, belum sempat menghubungi, tiba – tiba seorang perawat di
suatu rumah sakit memberi sebuah CD disk beserta kotak persegi berwarna jingga
berukir mega mendung dan sebuah bunga mawar putih, kesukaan Melati.
“Dari siapa ?,” tanya Melati heran.
“Dari salah seorang Ibu berambut
ikal yang tadi berada di lobby” jawab perawat tersebut.
“ Apa dia yang mendonorkan ginjalnya
pada Ibuku ?,” tanya Melati lagi.
“ Saya kurang tahu, tapi Ibu tadi
memintamu untuk segera membuka disk CD tersebut,” jawab perawat itu kembali.
“ Tapi bisakah sekarang aku
menemuinya ?, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih” tanya Melati
“Maaf, tapi dia sepertinya sudah
pergi” jawab perawat itu singkat. Lalu meninggalkan Melati di ruangan bersama
ibunya.
Dengan penuh penasaran, Melati mulai
mengeluarkan laptop yang berada di sampingnya, kemudian ia mulai membuka disk
CD tersebut.
Melati, apa kabar ? mungkin saat
ini kau tengah bahagia dengan operasi Ibumu yang lancar.
Ingatlah bahwa yang fana adalah
waktu, kita abadi.
Kau masih ingat dengan puisiku saat
itu kan ?
Melati, aku sangat mencintaimu,
begitu sangat mencintaimu.
Bahasa pun tak dapat kurangkai
untuk dapat melukiskan perasaanku ini.
Waktu itu, ketika aku menghilang
dari kehidupanmu, aku sebenarnya sedang merencanakan sebuah pesta kejutan
untukmu, tepat di hari ulang tahunmu.
Tapi, mungkin saat itu belum tepat
untukku memberi kejutan itu untukmu.
Lalu kuputuskan untuk menundanya.
Dan saat ini aku akan memberikan
kejutan itu untukmu.
Bukalah kotak itu...
“......,
Melati membuka kotak berwarna jingga itu, dan ia tertegun melihat semua
foto-foto dirinya yang sedang tertawa.
Itu adalah kamu Melati.. kamu saat
kamu tertawa, tersenyum bahagia...
Kau bahagia kan ?
Berjanjilah untuk selalu bahagia,
karena aku akan selalu bersamamu.
Kita abadi, Melati. Abadi
Yang fana hanyalah waktu yang
mengiringi kita
“Ryan... Ryan..., Melati memanggil
nama ryan karena tiba-tiba wajah ryan menghilang dari layar
Seketika
hening tercipta, Melati melihat kembali kedalam kotak berwarna jingga berukir
mega mendung itu, dan ia menemukan satu kotak kecil berwarna merah bertali pita
berwarna emas didalam kotak berwarna jingga berukir mega mendung tersebut. Dan
Melati pun membuka kotak berwarna merah bertali pita berwarna emas itu.
‘Oh...,
Melati terkejut karena di dalamnya terdapat cincin bermata berlian yang terikat
kedalam cincin berpenampang bentuk melati.
Sebenarnya kotak itu ingin
kuberikan saat hari ulang tahunmu.
Tiba-tiba wajah Ryan kembali muncul
dilayar, seketika itu juga Melati langsung menatap layar monitor laptop merah
jambu miliknya itu.
Tapi, mungkin saat ini adalah waktu
yang tepat untukku berikan padamu.
Jangan menangis Melati, berjanjilah
kau akan selalu bahagia.
Setahun silam aku didiagnosa oleh
dokter mengidap penyakit yang mematikan.
Aku takut, aku akan membuatmu
sedih, jadi aku merahasiakan ini darimu.
Berbagai cara telah kulakukan untuk
menyembuhkan penyakit ini.
Namun tangan waktu telah
menangkapku
Aku tak dapat melarikan diri.
Karena aku sadar kematian bukanlah
akhir dan perpisahan
Kematian hanyalah satu dari tujuan
hidup
Hidupku, hidupmu, hidup seluruh
makhluk di dunia
Hidup dan bahagialah Melati
Kematian adalah kepastian
Aku bersyukur, tubuhku ini dapat
bermanfaat.
Ragaku akan selalu berada di tubuh
Ibumu Melati.
Saat kau rindu hadirku, lihatlah
langit, aku ada disana untuk bersamamu.
Tersenyum dan berbahagialah.
Video pun berhenti, dan Melati memegang erat-erat cincin
bermata berlian yang terikat kedalam cincin berpenampang bentuk melati. Air
mata mengalir di mata Melati tanpa henti.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar