Cerpen Sungai
karya Sapardi Djoko Damono ini bercerita tentang seorang tokoh utama berpangkat
sersan yang bernama Kasim sedang menyeberangi sebuah sungai besar bernama
Serayu di provinsi Jawa Tengah bersama dengan rombongannya.
Alur dalam cerpen “Sungai” yang
memiliki 31 paragraf ini menggunakan
alur maju, karena diceritakan secara kronologis dan runtut. Hal ini terlihat
dari tahapan – tahapan yang membentuk rangkaian cerita. Tahapan – tahapan dalam
cerpen “Sungai” tersebut diawali dalam tahapan eksposisi, yakni uraian atau
paparan dari penulis untuk membuka suatu cerita.
Uraian pembuka dalam cerpen “Sungai” tergambar pada paragraf ke 1,2,3 dan 4 yakni ketika Sersan Kasim ingin menyeberangi sungai Serayu bersama rombongannya. Lalu memasuki tahapan konflik dan komplikasi yang tergambar pada paragraf 5 sampai paragraf 19 yakni ketika Sersan Kasim teringat kembali almarhum istrinya yang telah meninggal dunia dan sekarang ia harus membawa anaknya, Acep untuk bersama menyeberangi sungai Serayu. Meskipun komandannya telah mengingatkan Sersan Kasim untuk menitipkan Acep, akan tetapi Sersan Kasim masih bersikeras untuk membawa anaknya. Kemudian memasuki tahap klimaks yang tergambar pada paragraf 20 sampai paragraf 25, yakni ketika Acep menangis di gendongan Sersan Kasim dan membuat Sersan Kasim harus membuat keputusan akan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan sebagai seorang Sersan dari sebuah rombongan. Lalu dilanjutkan dengan tahap revelasi yang tergambar pada paragraf 26 dan 27, yakni ketika Acep meninggal dunia, karena dalam paragraf sebelumnya tidak dijelaskan mengenai apa yang terjadi ketika Acep berhenti menangis. Dalam tahapan ini penulis berusaha mengungkapkan kenyataan dengan tidak membahasakannya secara jelas. Dan yang terakhir adalah tahap penyelesaian atau dalam cerpen “Sungai” disebut tahap catastrophe yang tergambar pada paragraf 28 sampai paragraf 31, yakni tentang perasaan Sersan Kasim sepeninggal Acep. Penyelesaian cerpen “Sungai” ini merupakan penyelesaian yang bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang dituntut untuk mengimajinasikannya.
Uraian pembuka dalam cerpen “Sungai” tergambar pada paragraf ke 1,2,3 dan 4 yakni ketika Sersan Kasim ingin menyeberangi sungai Serayu bersama rombongannya. Lalu memasuki tahapan konflik dan komplikasi yang tergambar pada paragraf 5 sampai paragraf 19 yakni ketika Sersan Kasim teringat kembali almarhum istrinya yang telah meninggal dunia dan sekarang ia harus membawa anaknya, Acep untuk bersama menyeberangi sungai Serayu. Meskipun komandannya telah mengingatkan Sersan Kasim untuk menitipkan Acep, akan tetapi Sersan Kasim masih bersikeras untuk membawa anaknya. Kemudian memasuki tahap klimaks yang tergambar pada paragraf 20 sampai paragraf 25, yakni ketika Acep menangis di gendongan Sersan Kasim dan membuat Sersan Kasim harus membuat keputusan akan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan sebagai seorang Sersan dari sebuah rombongan. Lalu dilanjutkan dengan tahap revelasi yang tergambar pada paragraf 26 dan 27, yakni ketika Acep meninggal dunia, karena dalam paragraf sebelumnya tidak dijelaskan mengenai apa yang terjadi ketika Acep berhenti menangis. Dalam tahapan ini penulis berusaha mengungkapkan kenyataan dengan tidak membahasakannya secara jelas. Dan yang terakhir adalah tahap penyelesaian atau dalam cerpen “Sungai” disebut tahap catastrophe yang tergambar pada paragraf 28 sampai paragraf 31, yakni tentang perasaan Sersan Kasim sepeninggal Acep. Penyelesaian cerpen “Sungai” ini merupakan penyelesaian yang bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang dituntut untuk mengimajinasikannya.
Tokoh – tokoh yang terdapat
dalam cerpen “Sungai” tersebut adalah Sersan Kasim, Aminah [ istri Sersan Kasim
], komandan peleton, rombongan prajurit dan Acep [ anak Sersan Kasim ]. Dalam
Cerpen ini Sersan Kasim berperan sebagai tokoh utama atau tokoh sentral
sedangkan yang lain berperan sebagai periferal atau tokoh tambahan. Dalam
cerpen ini tidak dijelaskan secara rinci unsur penokohan atau watak dari setiap
tokohnya, yang paling menonjol hanyalah Sersan Kasim yang memiliki watak
penyayang. Watak tersebut nampak melalui tidakan dan pikiran – pikiran dari
tokoh Sersan Kasim. Sersan Kasim begitu menyayangi istrinya yang menemaninya ke
wilayah kekuasaan Republik. Selain itu, Sersan Kasim juga menyayangi Acep
anaknya, yang bersikeras ia bawa ketika menyeberangi sungai Serayu karena ia
khawatir jika anaknya dititipkan pada orang yang salah. Selain penyayang Sersan
Kasim juga memiliki watak bertanggung jawab, hal tersebut tergambar ketika
Sersan Kasim mempertaruhkan nyawa anaknya sendiri demi keselamatan
rombongannya.
Latar dalam cerpen “Sungai”
tersebut ada tiga, yakni latar waktu, latar tempat dan latar suasana. Latar
waktu dalam cerpen ini adalah pada malam hari ketika masa sesudah kemerdekaan
sekitar tahun 1958, pada saat tentara Belanda menduduki Yogya, yakni lebih
tepatnya saat persetujuan gencatan senjata telah dilanggar. Kemudian latar
tempat dalam cerpen ini adalah di provinsi Jawa Tengah di Sungai Serayu yang
dikelilingi oleh tebing curam dan licin. Dan yang terakhir adalah latar
suasana, yang menggambarkan suasana yang mencekam dengan udara yang dingin dan
turun hujan.
Sudut pandang dari cerpen
“Sungai” ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu dari awal sampai
akhir cerita. Dalam cerpen ini pencerita berada di luar cerita. Pencerita
menggunakan kata ganti orang ketiga [ dia, ia ] atau menyebut nama tokoh,
seperti Sersan Kasim, Aminah, Acep dan komandan peleton. Sudut pandang orang
ketiga ini termasuk dalam sudut pandang orang ketiga serba tahu karena
pencerita dapat menceritakan keseluruhan cerita hingga pikiran – pikiran dari
tokoh yang ada, seperti ketika Sersan Kasim sedang membayangkan kejadian 10
tahun yang lalu dan ketika Sersan Kasim memikirkan nasib anaknya jika ia
menitipkannya ke orang lain serta perasaan Sersan Kasim sepeninggal anaknya,
Acep di akhir cerita.
Cerpen “Sungai” ini memiliki dua
tema yakni tema mayor dan tema minor. Tema mayor dari cerpen ini adalah
pengorbanan, yaitu pengorbanan seorang ayah yang rela mempertaruhkan nyawa anak
semata wayangnya untuk kepentingan bersama. penulis mencoba menggambarkan
keihlasan dan tanggung jawab, yakni tanggung jawab sebagai seorang sersan dan
keikhlasan dari seorang ayah. Kemudian yang kedua, tema minor dari cerpen ini
adalah tentang kasih sayang. Hal tersebut tercermin ketika Sersan Kasim
mengijinkan istrinya ikut menyertai hijrahnya ke Yogya, walau dalam kondisi
yang seba sulit, dan istrinya bersikeras untuk ikut. Kemudian Sersan Kasim
memilih untuk tetap membawa Acep dalam perjalanan panjang yang penuh resiko,
dari pada menitipkannya pada orang asing.
Amanat yang terdapat dalam
cerpen ini adalah bahwa sebagai seorang individu harus dapat bertanggung jawab
dan amanah pada situasi apapun, seperti Sersan Kasim yang bertanggung jawab
atas keselamatan rombongannya dan amanah terhadap tugas yang diemban sebagai
seorang Sersan.
Baca juga analisis cerpen lain:
Analisis unsur intrinsik cerpen "Misteri Penyihir di Belakang Sekolah"
Analisis unsur intrinsik cerpen "Memecahkan Bahasa Sandi"
Analisis unsur intrinsik cerpen "Petualangan Putri Lala"
Baca juga analisis cerpen lain:
Analisis unsur intrinsik cerpen "Misteri Penyihir di Belakang Sekolah"
Analisis unsur intrinsik cerpen "Memecahkan Bahasa Sandi"
Analisis unsur intrinsik cerpen "Petualangan Putri Lala"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar