Matahari di Sebuah Jalan Kecil
Indonesia pada masa-masa mencekik, keadaan ekonomi
yang tidak stabil, banyak harga bahan pangan yang melejit tinggi karena terus
mengalami kenaikan. Akibat kejadian ini, banyak masyarakat Indonesia yang hidup
susah penuh dengan ketidaksejateraan sehingga menimbulkan tindak kejahatan di
salah satu bagian kehidupan. Rakyat miskin semakin miskin dan rakyat menengah
ke atas dibuat tak berdaya. Pencurian dan penipuan tidak dapat dihindarkan lagi.
Masyarakat sudah mengabaikan hak milik orang lain, apa yang diinginkan dapat
dimiliki walaupun itu bukan miliknya. Mencuri dan menipu sudah menjadi jalan
terakhir bagi mereka yang merasa kepepet karena tidak punya pilihan lain.
Kecacatan dalam kehidupan masyarakat ini seolah tidak dapat dicegah. Para
pencuri dan penipu memiliki trik dan cara cerdas dalam melakukan aksinya.
Di sebuah jalan kecil yang sempit, hanya dilalui
oleh kendaraan-kendaraan dalam jumlah kecil, di sampingnya merupakan pabrik es
yang bangunannya tua, disitulah Simbok, seorang pedagang pecel dikelabui oleh
seorang pemuda. Awalnya Simbok tidak menaruh kepercayaan sama sekali kepada
Pemuda yang mengaku tidak membawa uang untuk membayar pecel dan makanan yang
dijajakan Simbok. Pemuda itu baru pertama kali terlihat di Kampung Pegulen. Dia
mengaku warga baru yang berasal dari Muntilan. Kebiasaan menge”bon” memang
sudah menjadi kebiasaan para pelanggan Simbok tetapi hal ini berlaku bagi
pelanggan-pelanggan yang sudah dikenal saja. Simbok sering ditipu oleh pembeli
baru yang mengaku tidak memiliki uang atau semacamnya seperti kejadian Pemuda
itu. Oleh karena itu Simbok lebih berhati-hati dalam menghadapi para pembeli
pecelnya.
Kampung Pegulen baru saja kemalingan. Penjaga malam
pun dibuat bangun kesiangan gara-gara mengejar maling yang semalam berhasil
lolos. Kejadian ini menjadi obrolan hangat pada hari berikutnya. Namun, lain
halnya dengan Si Pendek, dia tidak tahu kejadian kemalingan yang terjadi, dia
pun terus bertanya menginterogasi Penjaga Malam.
Pagi itu Sombok kembali menjajakan pecel. Seperti
biasa, para pelanggan pecel Simbok menge”bon” makanan. Si Tua, Si Peci, Si
Kacamata, Si Tua, Si Kurus, dan Si Pendek menikmati makanan yang disediakan
Simbok. Sembari menyantap makanan, mereka mengeluh karena porsi pecel Simbok
semakin lama semakin sedikit. Si Pendek adalah salah satu dari mereka yang
bersikap bijaksana menghadapi semakin mahalnya kebutuhan pangan. Semua orang
itu dibuat mengerti dan memahami keadaan ini. Pemuda ikut bergabung membeli
makanan Simbok. Dia mengikuti arah pembicaraan orang-orang Kampung Pegulen.
Setelah terdengar bunyi lonceng tanda dimulai
kembali jam kerja, para pekerja itu segera membayar makanan dan bekerja. Tetapi
tidak dengan Si Pendek, dia menge”bon” makanan. Si Pemuda terlihat
merogoh-rogoh saku celana membuat Simbok menjadi penasaran. Ternyata dompet
Pemuda itu tertinggal di saku celana lain, yang dikenakannya saat malam hari. Keributan
yang ditimbulkan Simbok dan Si Pemuda terdengar sampai-sampai Si Kurus keluar
lagi dari tempat kerja. Usaha Si Pemuda untuk pulang mengambil dompet di rumah
dicegah oleh Simbok dan Si Kurus. Simbok khawatir jika dia tertipu oleh ulah
pembeli makanannya. Si Peci pun mendengar keributan yang terjadi dan dia muncul
di jendela. Dia menyambar obrolan. Si Kurus dan Si Peci berusaha membantu
Simbok dengan memaksa Si Pemuda untuk membayar makanan. Alhasil, Si Pemuda
tetap bersikeras menjelaskan bahwa dia tidak dapat membayar makanan yang telah
dimakannya karena dompetnya tertinggal di rumah. Dia pun diinterogasi perihal
tempat tinggalnya. setelah beberapa lama muncul Si Kacamata dan Si Tua dari
jendela. Si Pendek tidak ikut kawanan orang tersebut. Mereka semua memaksa Si
Pemuda untuk membayar makanan. Si Pemuda tidak dapat membayar makanan, sehingga
dia diminta untuk menaggalkan celana dan pakaian yang dikenakan sebagai
jaminan. Si Pemuda menolak.
Setelah sekian lama, muncul seorang perempuan
juragan batik bersama pembantu yang memayunginya. Dia tertarik dengan keributan
yang terjadi. Setelah mendekat dan mengetahui permasalahan yang terjadi,
perempuan itu membayarkan biaya makan Si Pemuda. Semua orang tidak terima
dengan perlakuan juragan batik karena dirasa itu bukan keadilan dan akan
membantu penipu seperi Pemuda itu. Perempuan itu pergi meninggalkan tempat.
Datang suara gemuruh truk yang dikendarai oelh Si
Sopir. Setelah berhenti di tempat yang tidak jauh dari keributan, Si Sopir ikut
menimbrung. Upaya untuk memaksa Si Pemuda agar membayar makanan semakin ramai.
Desakan Si Sopir semakin kuat menyebabkan Si Pemuda menanggalkan bajunya.
Pemuda itu memberikan baju kepada Si Peci, Si Peci lalu menyerakan baju itu
kepada Simbok sebagai jaminan jika Si Pemuda kabur. Si Kurus menyarankan agar
baju itu dititipkan kepada Abduh yang bekerja di dekat jendela. Si Kurus
mengambil kembali baju itu lalu membawanya ke dalam. Orang-orang kembali
bekerja.
Si pemuda memasang muka melas kepada Simbok dan
meyakinkan bahwa dia tidak bermaksud menipu. Dia mengakui kalau tidak memiliki
uang karena sedang mengembara mencari penghidupan dari desa tempat tinggalnya.
simbok termakan ucapan Si Pemuda dan meminta baju kepada Si Peci untuk
dikembalikan. Simbok mengembalikan baju kepada Si Pemuda, lalu Pemuda itu
pergi.
Penjaga Malam yang baru selesai mandi keluar dan meminta
Simbok menyiapkan pecel untuknya. Penjaga Malam menceritakan kepada Simbok
tentang kejadian kemalingan di Desa Pegulen. Ciri-ciri maling itu sama seperti
sosok Pemuda yang baru saja pergi tanpa membayar pecel. Akhirnya Simbok sadar
bahwa dia telah ditipu lagi.
gk
BalasHapus