Acara bedah buku
Pusaran Cinta karya Kiai Budi Harjono oleh Pak Burhan atau dapat disebut dengan
sebutan Gus Bur ini berjalan dengan lancar dan sukses menarik minat penonton.
Hal tersebut, terbukti dengan membludaknya para penonton yang datang, sehingga
beberapa penonton ada yang tidak kebagian tempat duduk. Acara bedah buku ini dimulai kurang lebih pukul
20.00WIB sampai kurang lebih pukul 23.00 WIB
Sambutan dari ibu Sumartini dan ibu
Zuliyanti menandakan bahwa acara akan segera dibuka. Setelah acara dibuka, kemudian pembawa acara ( moderator ) bapak
Gunawan Budi S, memberikan urutan acara yang akan dilakukan dalam 3 jam kedepan.
Pagelaran wayang singkat oleh Kyai Budi harjono
merupakan acara pertama dalam bedah buku ini. Pagelaran wayang tersebut,
menggambarkan tentang dialog antar tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan
Bagong) mengenai cerita yang sangat dekat dengan kehidupan mahasiswa, yang
kebanyakan tentang perasaan galau yang sering melanda para mahasiswa. Kiai Budi
Harjono melanjutkan acara dengan pembacaan puisi yang diiringi petikan kecapi
dan tembang jawa, serta tarian sufi yang menambah indah suasana. Dalam
puisinya, secara tersirat Kiai Harjono
memberikan nasihat bahwa agar kita senantiasa mengingat kepada Allah SWT.
Kemudian,
acara dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh Ibu Nana Rizkhi Susanti, yang
membacakan puisi karya Kiai Budi Harjono berjudul “Kesetiaan”. Ibu Nana
membacakan puisi tersebut dengan begitu indah, sehingga membuat penonton
takjub.
Setelah Bu
Nana selesai membacakan puisi, selanjutnya
Kiai Budi Harjono menerangkan gerakan dan pakaian dari penari sufi.
Beliau memaparkan bahwa peci panjang yang dipakai oleh penari sufi diibaratkan
dengan patok kuburan yang tujuannya agar manusia selalu mengingat kematian.
Lalu, busana yang dikenakan adalah kain yang menyerupai kain kafan. Setelah
memaparkan tentang busana yang dikenakan. Kiai Budi Harjono kemudian memaparkan
tentang gerakan yang ditarikan oleh penari sufi. Gerakan pertama yaitu kaki
kiri menginjak, simbolis penginjakan hawa nafsu. Peletakan kedua tangan
menyilang pada kedua pundak seperti seseorang yang menggigil seperti orang yang
ketakutan bermakna ketakutan diri menghadapi pengadilan hakiki di hadapan
Tuhan. Gerakan berlanjut dengan tubuh condong ke depan lalu tegak kembali
lantas berputar secara terus-menerus berlawanan jarum jam merupakan simbol
penyerahan diri kepada Tuhan. Beliau melanjutkan dengan membacakan puisi
kembali sekaligus dengan mempraktikkan tarian sufi.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar