Pages

Minggu, 30 November 2014

Sinopsis Novel "Madame Kalinyamat"



Judul                           : Madame Kalinyamat
Pengarang                   : Zhaenal Fanani
Penerbit                      : DIVA Press ( anggota IKAPI )
ISBN                           : 979-963-801-1
                Ia seorang perempuan mengagumkan. Sepasang matanya tajam dan selalu membentangkan jarak pada setiap orang yang baru mengenalnya. Daya tangkap dan cara menerjemahkannya begitu luar biasa. Kecantikan, kecerdikan dan rahim darah biru mengantarkannya memiliki gravitasi menawan. Ia hidup dalam lingkar kekuasaan Kesultanan Demak. Ketika manusia berbaris, menulis sejarah perjalanannya dengan sikap kepahlawanan, keduniawian, atau bangunan – bangunan., ia hadir dengan kekuatan cinta. Kekuatan cinta, ketika suaminya terbunuh di tangan Arya Penangsang, membawanya menakar sebuah sumpah. Sumpah tersebut mengatakan bahwa ia akan berpuasa dengan tubuh tanpa pakaian, sepanjang belum menyaksikan penggalan kepala Arya Penangsang. Dan kelak ia akan membuat kepala itu sebagai alas kaki pada pintu masuk pesanggrahannya di Gunung Danaraja. Perempuan mengagumkan itu adalah Madame Kalinyamat atau yang biasa dikenal dengan Ratu Kalinyamat.


Utusan Pembawa Petaka
            Suatu malam di Kasultanan Demak. Tepatnya di balairung kamar Sunan Prawata. Terlihat Permaisuri Sunan Prawata duduk di tepi ranjang sambil menemani suaminya, Sunan Prawata. Sudah hampir satu tahun ini, Sunan Prawata sering sakit – sakitan. Hal tersebut membuat kecemasan bagi Ratu Kalinyamat beserta suaminya, Pangeran Kalinyamat. Maka, malam itu pula Ratu Kalinyamat beserta suaminya berkunjung ke Kesultanan Demak untuk menjenguk Sunan Prawata.
            Dalam keadaan hening, tiba – tiba Sunan Prawata mengungkapkan tragedi di masa lalu. Ia mengungkapkan tentang kematian Pangeran Sekar Seda ing Lepen, ayah Arya Penangsang. Meskipun belum seluruhnya dikatakan, namun hal tersebut membuat kecemasan tersendiri bagi Ratu Kalinyamat. Ia masih berprasangka bahwa kakaknya adalah orang yang mengutus Ki Surayata untuk membunuh ayah Arya Penangsang.
            Jauh hari sebelum malam itu, Arya Penangsang berkunjung ke kudus untuk menemui Sunan Kudus. Pada waktu itu, Sunan Kudus mengungkapkan tentang siapa pembunuh dari Arya Penangsang yang sebenarnya. ia mengatakan bahwa pembunuh dari ayah Arya Penangsang adalah Sunan Prawata. Seketika itu dengan penuh kemarahan Arya Penangsang pergi meninggalkan Sunan Kudus. Di tengah perjalanan ia mendatangi sebuah rumah. ia mengutus Rangkud, orang kepercayaannya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya.
            Dan, pada malam satu bulan setelahnya, yakni pada saat Ratu Kalinyamat dan suaminya berkunjung di Kesultanan Demak. Rangkud mulai melakukan tugasnya. Ia dengan sopan meminta bertemu dengan Sunan Prawata. Setelah ia diperbolehkan masuk di balairung. Ia mulai mengatakan maksudnya. Setelah itu dengan ikhlas Sunan Prawata mengizinkan Rangkud untuk membunuhnya namun dengan sebuah syarat. Akan tetapi, sebelum Rangkud menepati janjinya, Rangkud telah menebaskan pedang ke Permaisuri dan Sunan Prawata. Namun, setelah Rangkud menghunuskan kerisnya. Tanpa disadarinya ternyata dari samping Rangkud telah ditusuk keris dari Sunan Prawata.
Demak Kembali Berduka
            Mendengar kabar tentang kematian kakaknya Sunan Prawata membuat Ratu Kalinyamat sangat terpukul. Ia tidak menyangka bahwa kakanya akan meninggal secepat itu. Namun dengan bujukan suaminya, akhirnya ia dapat sedikit menahan perasaan sedihnya itu.
            Empat puluh hari kemudian, sejak kematian Sunan Prawata. Ratu Kalinyamat beserta suaminya berkunjung ke kudus untuk menemui Sunan Kudus. di hadapan Sunan Kudus, Ratu Kalinyamat ingin meminta keadilan. Ia tidak terima bahwa kakanya Sunan Prawata harus tewas di tangan Rangkud, utusan Arya Penangsang. Namun di kudus Ratu Kalinyamat hanya mendapati kekecewaan. Sunan Kudus menceritakan tentang asal usul tragedi itu, dan ia menyarankan bahwa peperangan yang terjadi antar saudara di Kesultanan Demak harus segera dihentikan.
            Kekecewaan yang Ratu Kalinyamat dapat, dibawanya hingga perjalanan pulang. Ia terus menutarakan kekecewaannya pada suaminya atas ucapan Sunan Kudus. di tengah perjalanan pulang, mereka dihadang oleh beberapa orang utusan dari Arya Penangsang. Atas cinta kasih Pangeran Kalinyamat. Ia memaksa Ratu Kalinyamat untuk meninggalkannya sendiri menghadapi orang – orang utusan Arya Penangsang itu. Dengan penuh haru mereka pun berpisah. Namun beberapa jam kemudian Ratu Kalinyamat kembali datang ke tempat itu. Dan mendapati bahwa pujaan hatinya, Pangeran Kalinyamat telah terbunuh. Dengan penuh amarah. Ratu Kalinyamat pun mengucapkan sumpahnya. Ia mengatakan bahwa ia akan berpuasa tanpa busana di Gunung Danaraja sampai ia mendapati kepala Arya Penangsang telah terpenggal dan dijadikan alas kakinya di pesanggrahannya. Dan barangsiapa yang dapat membunuh Arya Penangsang. Ia suka rela memberikan seluruh hartanya itu kepada pembunuh Arya Penangsang.
Undangan Sunan Kudus
            Belum puas membunuh Pangeran Kalinyamat. Ia menutus empat orang dengan disenjatainya keris kiai setan kober miliknya untuk digunakan membunuh Adipati Pajang, yaitu Adipati Hadiwijaya ( Joko Tingkir ). Namun keempat utusannya itu tidak berhasil membunuh Adipati Hadiwijaya. Mereka berempat malah dijamu oleh Adipati Hadiwijaya dengan baiknya.
            Keesoka harinya, karena mendapat kabar bahwa Arya Penangsang ingin membunuh Adipati Hadiwijaya pula. ia berinisiatif untuk mempertemukan Hadiwijaya dengan Arya Penangsang di Kudus. namun dalam pertemuan itu, belum ditemukan titik temu perdamaian antara kedua pihak. Oleh karena itu. Sunan Kudus pun menundanya.
            Di tengah perjalanan Hadiwijaya pulang ke Pajang, ia mendapati kabar bahwa Ratu Kalinyamat melakukan puasa di Gunung Danaraja. Karena merasa khawatir akan keadaan Ratu Kalinyamat yang terpukul atas kematian kakak dan suaminya. Hadiwijaya pun berinisiatif untuk menjenguk Ratu Kalinyamat di Gunung Danaraja.
Kesetiaan Para Dayang
            Di Gunung Danaraja, suasana sangat gelap dan sunyi. Cahaya hanya bersumber dari obor – obor yang dinyalakan oleh para dayang untuk menampakkan diri. Terdengar dari kejauhan suara kuda. Ternyata suara kuda tersebut adalah Hadiwijaya, Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Panjawi dan Raden Danang Sutawijaya. Mendengar kedatangan mereka, Ratu Kalinyamat seketika mengutus dayangnya untuk mempersilakan mereka masuk.
            Dalam kunjungan tersebut, Adipati Hadiwijaya beserta pengikutnya mengutarakan belasungkawa mereka atas meninggalnya Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawata. Namun dengan penuh ketegasan Ratu Kalinyamat juga mengutarakan sumpahnya kepada Hadiwijaya. Dan dengan tersirat meminta Hadiwijaya untuk membunuh Arya Penangsang untuknya. Mendengar hal tersebut. Hadiwijaya meminta waktu untuk berpikir serta meminta ijin untuk pulang.
            Sebelum rombongan Hadiwijaya pulang. Secara sembunyi – sembunyi, Ki Ageng Pemanahan meminta ijin untuk menghadap Ratu Kalinyamat. Di pertemuan itu, ia mengutarakan bahwa jika Ratu Kalinyamat ingin membuat Hadiwijaya mau membunuh Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat harus memberikan seluruh dayangnya pada Hadiwijaya agar ia menyetujuinya. Diketahui bahwa Hadiwijaya sangat menyukai perempuan – perempuan cantik sedari dulu. Sehingga tak heran bila ingin mendapatkan bantuan dari Hadiwijaya, Ratu Kalinyamat harus memberikan para dayangnya untuk dijadikan hadiah bagi Hadiwijaya.
            Keesokan harinya, ketika Adipati Hadiwijaya berkunjung kembali ke Gunung Danuraja. Dengan perasaan penuh kebimbangan Ratu Kalinyamat berkata pada Hadiwijaya bahwa jika Hadiwijaya dapat membunuh Arya Penangsang, maka semua dayang yang dimiliki oleh Ratu Kalinyamat akan diberikannya pada Hadiwijaya. Seketika itu, Hadiwijaya kemudian menyetujuinya. Ia menyetujui untuk membantu Ratu Kalinyamat dalam menuntut balas terhadap Arya Penangsang.
            Pagi harinya, di Pajang Adipati Hadiwijaya mengumumkan sayembara bagi yang bersedia membunuh Arya Penangsang. Dan dalam sayembara itu, ia mengumumkan bahwa ia akan memberikan tanah Pati dan Alas Menteok bagi siapapun yang dapat membunuh Arya Penangsang. Namun sudah sebulan lamanya sayembara diumumkan, belum ada satupun seseorang yang mau untuk mengikuti sayembara itu. Oleh karena itu, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Panjawi yang menyanggupi sayembara itu sendiri. Mereka berdua beserta Ki Juru Martani dan Raden Danang Sutawijaya pun segera rapat dan membuat strategi.
Surat Tantangan
                Keesokan harinya, Ki Ageng Pemanahan beserta rombongannya segera berangkat ke kali Begawan. Meskipun masih merasa cemas akan peperangan yang akan berlangsung. Karena tak mungkin bahwa Arya Penangsang dapat dikalahkan hanya dengan peperangan biasa saja. Ki Juru Martani berusaha mencari strategi. Di seberang Kali Begawan. Rombongan Ki Ageng Pemanahan melihat adanya tukang rumput disana. Dengan sigap Ki Ageng Pemanahan menghampirinya. Tahu bahwa tukang rumput itu adalah tukang rumput untuk Arya Penangsang. Seketika dipotong telinga tukang rumput itu. Kemudian membisikkannya sesuatu.
            Di Jipang, dengan berteriak. Tukang rumput itu kemudian mengutarakan tentang tantangan dari pihak Pajang kepada Arya Penangsang. Seketika itu, meluaplah amarah dari Arya Penangsang. Dengan sigap ia menunggangi kudanya yang bernama Gagak Rimang. Lalu secepat kilat ia melesat. Ki Mentahun, yang merupakan pengikut setia dari Arya Penangsang merasa khawatir akan tindakan tergesa – gesa Arya Penangsang tersebut. Meski telah dicoba untuk mencegahnya, namun Arya Penangsang tak mempedulikannya.
Masa Lalu
            Di saat Ratu Kalinyamat masih sibuk dengan segala pemikirannya. Tiba – tiba sahabat lamanya, Wulan Tapakduri. Datang ke Gunung Danaraja untuk menemuinya. Masa lalu pun terungkap kembali. Mereka adalah sahabat yang berpisah belasan tahun yang lalu karena cinta.
            Wulan Tapakduri adalah putri dari seorang petinggi di Kesultanan Demak. Maka dari itu, tak heran bila Wulan Tapakduri bersahabat dengan Ratu Kalinyamat. Namun persahabatan mereka mulai pecah sejak Wulan Tapakduri tahu bahwa Ratu Kalinyamat telah dipersunting oleh Pangeran Kalinyamat. Jauh sebelum itu, sebenarnya Wulan Tapakduri telah mengenal Pangeran Kalinyamat. Ia mulai jatuh cinta dengan Pangeran asal Jepara itu. Namun masih memendamnya. Dan sekarang, ketika ia tahu bahwa Ratu Kalinyamat telah dipersunting oleh laki – laki yang ia cintai. Ia mulai menghilang dari Kesultanan Demak dan mengembara serta berguru.
            Namun ketika ia sedang berada di suatu daerah. Wulan Tapakduri mendengar kabar bahwa Pangeran Kalinyamat telah tewas dibunuh oleh Arya Penangsang. Seketika itu, ia menyalahkan Ratu Kalinyamat. Ia berpikir bahwa jika Pangeran Kalinyamat tidak menikah dengan Ratu Kalinyamat. Maka semua itu tidak akan mungkin terjadi. Hari itu, Wulan Tapakduri berinisiatif untuk menemui Arya Penangsang. Di Jipang, ia menawarkan diri untuk menjadi pembunuh Ratu kalinyamat. Arya Penangsang pun gembira mendengarnya. Dan mengijinkan dia untuk membunuh Ratu Kalinyamat.
Kesadaran
            Di Gunung Danaraja, bukannya dapat membunuh Ratu Kalinyamat. Namun malah Wulan Tapakduri yang tak berdaya. ia jatuh pingsan oleh minuman yang diberikan dayang Ratu Kalinyamat padanya. Ketika ia sadar, bukannya dibunuh oleh Ratu Kalinyamat. Mereka berdua malah saling menangis dan menyesali apa yang telah terjadi. Perdamaian pun terucap setelah sekian lama berada dalam kegelapan.
            Setelah pamit kepada Ratu Kalinyamat, dengan perasaan bimbang Wulan Tapakduri pun meninggalkan Gunung Danaraja dan berusaha untuk menyingkir dari segala pertikaian yang ada di Kesultanan Demak. Akan tetapi di tengah perjalanannya, tiba – tiba ia bertemu dengan Arya Penangsang. Segala alasan pun diutarakan olehnya yang tidak dapat membunuh Arya Penangsang. Namun karena sikap idealis dari Arya Penangsang. Tanpa basi – basi. Dibunuhnya lah Wulan Tapakduri ditempat.
            Setelah membunuh Wulan Tapakduri, Arya Penangsang kembali berjalan untuk mencari jawaban atas apa yang seharusnya ia lakukan. Namun di antara kebimbangannya itu, ia bertemu dengan Arya Mataram dan Ki Mentahun. Mereka berdua berusaha membujuk Arya Penangsang untuk tidak menanggapi tantangan dari Adipati Pajang. Namun, jika Arya Penangsang masih ingin menanggapinya. Akan lebih baik bila tidak tergesa – gesa atau tidak sendirian dalam menghadapi pasukan Pajang yang ada di Kali Begawan. Tapi, belum mendengar sepenuhnya pemikiran Arya Mataram. Arya Penangsang telah dengan cepat pergi dari tempat ia bertemu dengan Arya Mataram.
Cinta Dandang Suro
            Ketika itu adala musim hujan. Dandang Suro diangkat menjadi panglima perang oleh Kesultanan Demak. Meskipun ia bukan berasal dari Demak. Namun ia sangat ingin menjadi prajurit di Kesultanan Demak. Tanpa diduga, di Kesultanan Demak ia mulai merasakan jatuh cinta. Dandang Suro jatuh hati kepada Putri Retna Kencana ( Ratu Kalinyamat ).
            Setiap harinya di Kesultanan Demak, ia hanya dapat melihat Ratu Kalinyamat dari kejauhan. Ia tidak sanggup untuk mengutarakan perasaannya. Karena ia tahu bahwa tak akan mungkin bila perasaannya tersebut akan bersambut baik. Namun, meski begitu, dengan segala keberanian yang dimilikinya. Ia berani mengungkapkannya, dan seperti yang ia duga. Ratu Kalinyamat menolaknya dengan halus. Dan setelah kejadian itu, tepatnya ketika ia tahu bahwa Ratu kalinyamat telah dipersunting oleh Pangeran Kalinyamat. Ia pun pergi meninggalkan Kesultanan Demak.
            Beberapa tahun pun berlalu dari kejadian itu. Mendengar kabar bahwa Pangeran Kalinyamat telah tewas dibunuh oleh orang – orang utusan Arya Penangsang. Dandang Suro berinisiatif untuk pergi mengunjungi Gunung Danaraja untuk bertemu Ratu Kalinyamat.
            Dalam pertemuan itu, Dandang Suro mengutarakan niatnya untuk menjadi pembunuh dari Arya Penangsang. Ia bersedia menuntaskan dendam yang timbul di benak Ratu Kalinyamat meski tanpa harus diberi imbalan. Mendengar ucapan Dandang Suro, Ratu Kalinyamat pun terkejut dan masih ragu akan kesanggupan Dandang Suro. Namun karena paksaan dari Dandang Suro. Akhirnya Ratu Kalinyamat pun merestui Dandang Suro dalam mengemban tugas membunuh Arya Penangsang.
Lelaki Paseban Agung
            Malam ini adalah malam ketiga para prajurit Pajang berada di Kali Begawan Sore. Namun sudah tiga hari mereka bersiap disana, belum juga nampak wajah dari Arya Penangsang. Hal itu membuat Ki Ageng Pemanahan menjadi cemas. Namun hal tersebut dapat terhapus perlahan setelah mendengar penjelasan strategi dari Ki Juru Martani.
            Di keheningan malam, dengan dipenuhi kebimbangan di benak Arya Penangsang. Ia pun bertemu dengan Ki Mandraloka, penasihat setianya yang kadang tak pernah diperhatikan. Dalam pertemuan itu, Ki Mandraloka berusaha untuk meyakinkan Arya Penangsang bahwa dalam menghadapi semua masalah tidak menggunakan emosi. Ia menghimbau agar Arya Penangsang tidak menanggapi surat tantangan dari Adipati Hadiwijaya itu. Namun karena kerasnya watak dari Arya Penangsang. Ia tetap tidak mengindahkan himbauan dari Ki Mandraloka dan akhirnya melesat pergi dari tempat tersebut.
            Melihat kekerasan hati dari Arya Penangsang, Ki Mandraloka tidak kehabisan cara. Ia kemudian menemiu sahabat lamanya yang bernama Giri Panangkaran. Ia meminta tolong kepada Giri Panangkaran untuk membujuk Arya Penangsang agar tidak menanggapi tantangan dari Pasukan Pajang. Namun meski telah diungkapkan tentang ramalan dari Giri Panangkaran kepada Arya Penangsang, bahwa kemungkinan besar Arya Penangsang akan menemui ajalnya jika menerima tantangan tersebut, tetap saja Arya Penangsang masih bimbang dan belum yakin akan keputusannya.
            Setelah pertemuannya dengan Ki Mandraloka dan Giri Panangkaran. Arya Penangsang pun bertemu dengan Ki Botolo. Dalam pertemuan itu, Ki Botolo mengutarakan tentang ramalannya bahwa apapun yang terjadi di dunia ini, sudah tertulis di langit. Jadi apapun yang akan diputuskan oleh Arya Penangsang merupakan apa yang telah tertulis di langit.
Sarindil
            Karena Ratu Kalinyamat harus menepati sumpahnya untuk berpuasa dan berdiam diri di Gunung Danaraja, maka untuk mendapatkan informasi di luar san Ratu Kalinyamat meminta Sarindil, salah satu dayangnya untuk melihat keadaan yang ada di sekitar Kali Begawan Sore. Selain memiliki kecantikan, Sarindil juga memiliki kecerdasan dan penerjemahan keadaan yang cukup tajam, meskipun dia hanya seorang dayang.
            Tibanya di Gunung Danaraja, Sarindil kemudian mengutarakan apa yang telah ia lihat. Ketika ia menyampaikan hal tersebut kepada Ratu Kalinyamat, tiba – tiba di luar Laras Minang mengungkapkan ada orang yang ingin bertemu dengan Ratu Kalinyamat. Setelah diketahui ternyata seorang itu adalah Ki Botolo. Di Gunung Danaraja, Ki Botolo hanya berbicara hampir sama dengan apa yang dibicarakannya dengan Arya Penangsang. Kepada Ratu Kalinyamat ia mengungkapkan tentang kematian dan takdir dari langit.
            Setelah Ki Botolo ijin pamit untuk undur diri. Beberapa saat kemudian datanglah Ki Mandraloka dan Giri Panangkaran untuk ingin menghadap kepada Ratu Kalinyamat. Di pertemuan tersebut. Ki Mandraloka dan Giri Panangkaran mengutarakan maksudnya. Mereka ingin agar sumpah yang telah dikatakan oleh Ratu Kalinyamat agar dicabut. Namun menurut Ratu Kalinyamat, meskipun ia mencabut sumpah itu, peperangan tak akan dapat terelakkan lagi. Karena menurutnya semua telah terlanjur terjadi.
            Mendengar hal tersebut, Ki Mandraloka dan Giri Panangkaran hanya dapat pasrah dengan semua yang akan terjadi.
Sang Penghuni baru
            Hari ini tampak begitu cerah. Pasukan Jipang telah siap di bagian Timur Kali Begawang Sore. Dan pasukan Pajang telah siap sejak sepekan yang lalu di bagian Barat kali Begawan Sore. Namun karena belum ada satupun yang memulai. Maka dengan penuh kepercayaan diri, Ki Ageng panjawi berteriak untuk mengusik Arya Penangsang. Ia berniat agar Arya Penangsang mau maju sendirian.
            Karena teriakan dari Ki Ageng Panjawi tersebut, lalu Arya Penangsang dengan penuh amarah menemuinya. Dan mengibaskan keris kiai setan kober miliknya. Ia bertarung dengan seluruh pasukan Pajang sendirian. Meskipun ia sendirian, Arya Penangsang dapat dengan mudah mengalahkan seluruh pasukan Pajang. Karena melihat situasi tersebut, Raden Danang Sutawujaya pun meminta ijin untuk menghadapi Arya Penangsang. Meski tidak diijinkan. Tapi tetap saja dengan bekal keberanian ia menantang Arya Penangsang.
            Karena keberuntungan, tiba – tiba Raden Danang Sutrawijaya dapat merobek perut sebelah kanan Arya Penangsang. Ternyata hal tersebut dapat terjadi karena Gagak Rimang, kuda dari Arya Penangsang jatuh cinta kepada kuda dari Sutawijaya. Hal tersebut membuat gerakan Arya Penangsang yang sedang menunggangi kudanya menjadi tidak terkontrol.
            Meski telah robek, Arya Penangsang masih sanggup untuk bertarung. Ia berusaha mengejar Sutawijaya. Tanpa diketahuinya, ternyata kerisnya ia lilitkan pada usunya yang terurai akibat serangan pertama dari Sutawijaya waktu itu. Dan ketika ia ingin mengibaskan kerisnya. Tanpa disadarinya ia juga telah memotong ususnya sendiri. Dan tewaslah Arya Penangsang karena kesalahannya sendiri itu.
Suara Tanpa Irama 
            Kabar kematian Arya Penangsang telah beredar sampai ke Gunung Danaraja. mendengar hal tersebut, Ratu Kalinyamat merasa sangat bahagia juga sedih. Ia bahagia karena telah menuntaskan sumpahnya. Namun ia juga sedih karena harus berpisah dengan dayang – dayangnya. Sesuai dengan janjinya. Jika Arya Penangsang dapat dibunuh oleh Adipati Hadiwijaya, maka ia dengan sukarela akan memberikan semua dayangnya kepada Adipati Hadiwijaya.
            Namun sebelum hal tersebut terjadi, ia ingin memastikan bahwa ia akan mendapatkan kepala Arya Penangsang untuk dijadikan alas kakinya di pesanggrahan. Ternyata hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sunan Kudus ternyata telah lebih dulu mendapati mayat Arya Penangsang dan telah di kuburkannya. Meski pun kecewa, dengan sikap Sunan Kudus. tapi Ratu Kalinyamat juga masih dapat bahagia, karena ia sekarang sudah terbebas dari sumpahnya dan bisa menghirup udara bebas di luar sana.
Pergilah . . .   
            Hari perpisahan pun tiba. Dengan penuh isak tangis, Ratu Kalinyamat pun melepas kepergian para dayangnya. Namun sebelumnya Ratu Kalinyamat meminta lima dayang untuk menemaninya di pesanggrahan. Karena bagaimanapun ia membutuhkan beberapa dayang untuk membantunya. Dan Adipati Pajang pun menyetujuinya.
            Kemudian karena telah meninggalnya Arya Penangsang. Maka hanya Adipati Hadiwijaya lah yang dapat meneruskan Kesultanan Demak. Oleh karena itu, dipindahkanlah Kesultanan Demak ke Pajang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar