Judul :
Madame Kalinyamat
Pengarang :
Zhaenal Fanani
Penerbit : DIVA Press ( anggota
IKAPI )
ISBN :
979-963-801-1
Ia
seorang perempuan mengagumkan. Sepasang matanya tajam dan selalu membentangkan
jarak pada setiap orang yang baru mengenalnya. Daya tangkap dan cara
menerjemahkannya begitu luar biasa. Kecantikan, kecerdikan dan rahim darah biru
mengantarkannya memiliki gravitasi menawan. Ia hidup dalam lingkar kekuasaan
Kesultanan Demak. Ketika manusia berbaris, menulis sejarah perjalanannya dengan
sikap kepahlawanan, keduniawian, atau bangunan – bangunan., ia hadir dengan
kekuatan cinta. Kekuatan cinta, ketika suaminya terbunuh di tangan Arya
Penangsang, membawanya menakar sebuah sumpah. Sumpah tersebut mengatakan bahwa
ia akan berpuasa dengan tubuh tanpa pakaian, sepanjang belum menyaksikan
penggalan kepala Arya Penangsang. Dan kelak ia akan membuat kepala itu sebagai
alas kaki pada pintu masuk pesanggrahannya di Gunung Danaraja. Perempuan
mengagumkan itu adalah Madame Kalinyamat atau yang biasa dikenal dengan Ratu
Kalinyamat.
Utusan Pembawa Petaka
Suatu malam di
Kasultanan Demak. Tepatnya di balairung kamar Sunan Prawata. Terlihat
Permaisuri Sunan Prawata duduk di tepi ranjang sambil menemani suaminya, Sunan
Prawata. Sudah hampir satu tahun ini, Sunan Prawata sering sakit – sakitan. Hal
tersebut membuat kecemasan bagi Ratu Kalinyamat beserta suaminya, Pangeran
Kalinyamat. Maka, malam itu pula Ratu Kalinyamat beserta suaminya berkunjung ke
Kesultanan Demak untuk menjenguk Sunan Prawata.
Dalam keadaan
hening, tiba – tiba Sunan Prawata mengungkapkan tragedi di masa lalu. Ia
mengungkapkan tentang kematian Pangeran Sekar Seda ing Lepen, ayah Arya
Penangsang. Meskipun belum seluruhnya dikatakan, namun hal tersebut membuat
kecemasan tersendiri bagi Ratu Kalinyamat. Ia masih berprasangka bahwa kakaknya
adalah orang yang mengutus Ki Surayata untuk membunuh ayah Arya Penangsang.
Jauh hari sebelum
malam itu, Arya Penangsang berkunjung ke kudus untuk menemui Sunan Kudus. Pada
waktu itu, Sunan Kudus mengungkapkan tentang siapa pembunuh dari Arya
Penangsang yang sebenarnya. ia mengatakan bahwa pembunuh dari ayah Arya
Penangsang adalah Sunan Prawata. Seketika itu dengan penuh kemarahan Arya
Penangsang pergi meninggalkan Sunan Kudus. Di tengah perjalanan ia mendatangi
sebuah rumah. ia mengutus Rangkud, orang kepercayaannya untuk menuntut balas
atas kematian ayahnya.
Dan, pada malam
satu bulan setelahnya, yakni pada saat Ratu Kalinyamat dan suaminya berkunjung
di Kesultanan Demak. Rangkud mulai melakukan tugasnya. Ia dengan sopan meminta
bertemu dengan Sunan Prawata. Setelah ia diperbolehkan masuk di balairung. Ia
mulai mengatakan maksudnya. Setelah itu dengan ikhlas Sunan Prawata mengizinkan
Rangkud untuk membunuhnya namun dengan sebuah syarat. Akan tetapi, sebelum Rangkud
menepati janjinya, Rangkud telah menebaskan pedang ke Permaisuri dan Sunan
Prawata. Namun, setelah Rangkud menghunuskan kerisnya. Tanpa disadarinya
ternyata dari samping Rangkud telah ditusuk keris dari Sunan Prawata.
Demak Kembali Berduka
Mendengar kabar
tentang kematian kakaknya Sunan Prawata membuat Ratu Kalinyamat sangat
terpukul. Ia tidak menyangka bahwa kakanya akan meninggal secepat itu. Namun
dengan bujukan suaminya, akhirnya ia dapat sedikit menahan perasaan sedihnya
itu.
Empat puluh hari
kemudian, sejak kematian Sunan Prawata. Ratu Kalinyamat beserta suaminya
berkunjung ke kudus untuk menemui Sunan Kudus. di hadapan Sunan Kudus, Ratu
Kalinyamat ingin meminta keadilan. Ia tidak terima bahwa kakanya Sunan Prawata
harus tewas di tangan Rangkud, utusan Arya Penangsang. Namun di kudus Ratu
Kalinyamat hanya mendapati kekecewaan. Sunan Kudus menceritakan tentang asal
usul tragedi itu, dan ia menyarankan bahwa peperangan yang terjadi antar
saudara di Kesultanan Demak harus segera dihentikan.
Kekecewaan yang
Ratu Kalinyamat dapat, dibawanya hingga perjalanan pulang. Ia terus menutarakan
kekecewaannya pada suaminya atas ucapan Sunan Kudus. di tengah perjalanan
pulang, mereka dihadang oleh beberapa orang utusan dari Arya Penangsang. Atas
cinta kasih Pangeran Kalinyamat. Ia memaksa Ratu Kalinyamat untuk
meninggalkannya sendiri menghadapi orang – orang utusan Arya Penangsang itu. Dengan
penuh haru mereka pun berpisah. Namun beberapa jam kemudian Ratu Kalinyamat
kembali datang ke tempat itu. Dan mendapati bahwa pujaan hatinya, Pangeran
Kalinyamat telah terbunuh. Dengan penuh amarah. Ratu Kalinyamat pun mengucapkan
sumpahnya. Ia mengatakan bahwa ia akan berpuasa tanpa busana di Gunung Danaraja
sampai ia mendapati kepala Arya Penangsang telah terpenggal dan dijadikan alas
kakinya di pesanggrahannya. Dan barangsiapa yang dapat membunuh Arya
Penangsang. Ia suka rela memberikan seluruh hartanya itu kepada pembunuh Arya
Penangsang.
Undangan Sunan Kudus
Belum puas
membunuh Pangeran Kalinyamat. Ia menutus empat orang dengan disenjatainya keris
kiai setan kober miliknya untuk digunakan membunuh Adipati Pajang, yaitu
Adipati Hadiwijaya ( Joko Tingkir ). Namun keempat utusannya itu tidak berhasil
membunuh Adipati Hadiwijaya. Mereka berempat malah dijamu oleh Adipati
Hadiwijaya dengan baiknya.
Keesoka harinya,
karena mendapat kabar bahwa Arya Penangsang ingin membunuh Adipati Hadiwijaya
pula. ia berinisiatif untuk mempertemukan Hadiwijaya dengan Arya Penangsang di
Kudus. namun dalam pertemuan itu, belum ditemukan titik temu perdamaian antara
kedua pihak. Oleh karena itu. Sunan Kudus pun menundanya.
Di tengah
perjalanan Hadiwijaya pulang ke Pajang, ia mendapati kabar bahwa Ratu
Kalinyamat melakukan puasa di Gunung Danaraja. Karena merasa khawatir akan
keadaan Ratu Kalinyamat yang terpukul atas kematian kakak dan suaminya.
Hadiwijaya pun berinisiatif untuk menjenguk Ratu Kalinyamat di Gunung Danaraja.
Kesetiaan Para Dayang
Di Gunung
Danaraja, suasana sangat gelap dan sunyi. Cahaya hanya bersumber dari obor – obor
yang dinyalakan oleh para dayang untuk menampakkan diri. Terdengar dari
kejauhan suara kuda. Ternyata suara kuda tersebut adalah Hadiwijaya, Ki Ageng
Pemanahan, Ki Ageng Panjawi dan Raden Danang Sutawijaya. Mendengar kedatangan
mereka, Ratu Kalinyamat seketika mengutus dayangnya untuk mempersilakan mereka
masuk.
Dalam kunjungan
tersebut, Adipati Hadiwijaya beserta pengikutnya mengutarakan belasungkawa
mereka atas meninggalnya Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawata. Namun dengan
penuh ketegasan Ratu Kalinyamat juga mengutarakan sumpahnya kepada Hadiwijaya.
Dan dengan tersirat meminta Hadiwijaya untuk membunuh Arya Penangsang untuknya.
Mendengar hal tersebut. Hadiwijaya meminta waktu untuk berpikir serta meminta
ijin untuk pulang.
Sebelum rombongan
Hadiwijaya pulang. Secara sembunyi – sembunyi, Ki Ageng Pemanahan meminta ijin
untuk menghadap Ratu Kalinyamat. Di pertemuan itu, ia mengutarakan bahwa jika
Ratu Kalinyamat ingin membuat Hadiwijaya mau membunuh Arya Penangsang. Ratu
Kalinyamat harus memberikan seluruh dayangnya pada Hadiwijaya agar ia
menyetujuinya. Diketahui bahwa Hadiwijaya sangat menyukai perempuan – perempuan
cantik sedari dulu. Sehingga tak heran bila ingin mendapatkan bantuan dari
Hadiwijaya, Ratu Kalinyamat harus memberikan para dayangnya untuk dijadikan
hadiah bagi Hadiwijaya.
Keesokan harinya,
ketika Adipati Hadiwijaya berkunjung kembali ke Gunung Danuraja. Dengan
perasaan penuh kebimbangan Ratu Kalinyamat berkata pada Hadiwijaya bahwa jika
Hadiwijaya dapat membunuh Arya Penangsang, maka semua dayang yang dimiliki oleh
Ratu Kalinyamat akan diberikannya pada Hadiwijaya. Seketika itu, Hadiwijaya
kemudian menyetujuinya. Ia menyetujui untuk membantu Ratu Kalinyamat dalam
menuntut balas terhadap Arya Penangsang.
Pagi harinya, di
Pajang Adipati Hadiwijaya mengumumkan sayembara bagi yang bersedia membunuh
Arya Penangsang. Dan dalam sayembara itu, ia mengumumkan bahwa ia akan
memberikan tanah Pati dan Alas Menteok bagi siapapun yang dapat membunuh Arya
Penangsang. Namun sudah sebulan lamanya sayembara diumumkan, belum ada satupun
seseorang yang mau untuk mengikuti sayembara itu. Oleh karena itu, Ki Ageng
Pemanahan dan Ki Ageng Panjawi yang menyanggupi sayembara itu sendiri. Mereka
berdua beserta Ki Juru Martani dan Raden Danang Sutawijaya pun segera rapat dan
membuat strategi.
Surat Tantangan
Keesokan
harinya, Ki Ageng Pemanahan beserta rombongannya segera berangkat ke kali
Begawan. Meskipun masih merasa cemas akan peperangan yang akan berlangsung.
Karena tak mungkin bahwa Arya Penangsang dapat dikalahkan hanya dengan
peperangan biasa saja. Ki Juru Martani berusaha mencari strategi. Di seberang
Kali Begawan. Rombongan Ki Ageng Pemanahan melihat adanya tukang rumput disana.
Dengan sigap Ki Ageng Pemanahan menghampirinya. Tahu bahwa tukang rumput itu
adalah tukang rumput untuk Arya Penangsang. Seketika dipotong telinga tukang
rumput itu. Kemudian membisikkannya sesuatu.
Di Jipang, dengan
berteriak. Tukang rumput itu kemudian mengutarakan tentang tantangan dari pihak
Pajang kepada Arya Penangsang. Seketika itu, meluaplah amarah dari Arya
Penangsang. Dengan sigap ia menunggangi kudanya yang bernama Gagak Rimang. Lalu
secepat kilat ia melesat. Ki Mentahun, yang merupakan pengikut setia dari Arya
Penangsang merasa khawatir akan tindakan tergesa – gesa Arya Penangsang
tersebut. Meski telah dicoba untuk mencegahnya, namun Arya Penangsang tak
mempedulikannya.
Masa Lalu
Di saat Ratu Kalinyamat masih sibuk dengan segala pemikirannya.
Tiba – tiba sahabat lamanya, Wulan Tapakduri. Datang ke Gunung Danaraja untuk
menemuinya. Masa lalu pun terungkap kembali. Mereka adalah sahabat yang
berpisah belasan tahun yang lalu karena cinta.
Wulan Tapakduri
adalah putri dari seorang petinggi di Kesultanan Demak. Maka dari itu, tak
heran bila Wulan Tapakduri bersahabat dengan Ratu Kalinyamat. Namun
persahabatan mereka mulai pecah sejak Wulan Tapakduri tahu bahwa Ratu
Kalinyamat telah dipersunting oleh Pangeran Kalinyamat. Jauh sebelum itu,
sebenarnya Wulan Tapakduri telah mengenal Pangeran Kalinyamat. Ia mulai jatuh
cinta dengan Pangeran asal Jepara itu. Namun masih memendamnya. Dan sekarang,
ketika ia tahu bahwa Ratu Kalinyamat telah dipersunting oleh laki – laki yang
ia cintai. Ia mulai menghilang dari Kesultanan Demak dan mengembara serta
berguru.
Namun ketika ia
sedang berada di suatu daerah. Wulan Tapakduri mendengar kabar bahwa Pangeran
Kalinyamat telah tewas dibunuh oleh Arya Penangsang. Seketika itu, ia
menyalahkan Ratu Kalinyamat. Ia berpikir bahwa jika Pangeran Kalinyamat tidak menikah
dengan Ratu Kalinyamat. Maka semua itu tidak akan mungkin terjadi. Hari itu,
Wulan Tapakduri berinisiatif untuk menemui Arya Penangsang. Di Jipang, ia
menawarkan diri untuk menjadi pembunuh Ratu kalinyamat. Arya Penangsang pun
gembira mendengarnya. Dan mengijinkan dia untuk membunuh Ratu Kalinyamat.
Kesadaran
Di Gunung
Danaraja, bukannya dapat membunuh Ratu Kalinyamat. Namun malah Wulan Tapakduri
yang tak berdaya. ia jatuh pingsan oleh minuman yang diberikan dayang Ratu
Kalinyamat padanya. Ketika ia sadar, bukannya dibunuh oleh Ratu Kalinyamat.
Mereka berdua malah saling menangis dan menyesali apa yang telah terjadi.
Perdamaian pun terucap setelah sekian lama berada dalam kegelapan.
Setelah pamit
kepada Ratu Kalinyamat, dengan perasaan bimbang Wulan Tapakduri pun
meninggalkan Gunung Danaraja dan berusaha untuk menyingkir dari segala
pertikaian yang ada di Kesultanan Demak. Akan tetapi di tengah perjalanannya,
tiba – tiba ia bertemu dengan Arya Penangsang. Segala alasan pun diutarakan
olehnya yang tidak dapat membunuh Arya Penangsang. Namun karena sikap idealis
dari Arya Penangsang. Tanpa basi – basi. Dibunuhnya lah Wulan Tapakduri
ditempat.
Setelah membunuh
Wulan Tapakduri, Arya Penangsang kembali berjalan untuk mencari jawaban atas
apa yang seharusnya ia lakukan. Namun di antara kebimbangannya itu, ia bertemu
dengan Arya Mataram dan Ki Mentahun. Mereka berdua berusaha membujuk Arya
Penangsang untuk tidak menanggapi tantangan dari Adipati Pajang. Namun, jika
Arya Penangsang masih ingin menanggapinya. Akan lebih baik bila tidak tergesa –
gesa atau tidak sendirian dalam menghadapi pasukan Pajang yang ada di Kali
Begawan. Tapi, belum mendengar sepenuhnya pemikiran Arya Mataram. Arya
Penangsang telah dengan cepat pergi dari tempat ia bertemu dengan Arya Mataram.
Cinta Dandang Suro
Ketika itu adala
musim hujan. Dandang Suro diangkat menjadi panglima perang oleh Kesultanan
Demak. Meskipun ia bukan berasal dari Demak. Namun ia sangat ingin menjadi
prajurit di Kesultanan Demak. Tanpa diduga, di Kesultanan Demak ia mulai
merasakan jatuh cinta. Dandang Suro jatuh hati kepada Putri Retna Kencana (
Ratu Kalinyamat ).
Setiap harinya di
Kesultanan Demak, ia hanya dapat melihat Ratu Kalinyamat dari kejauhan. Ia
tidak sanggup untuk mengutarakan perasaannya. Karena ia tahu bahwa tak akan
mungkin bila perasaannya tersebut akan bersambut baik. Namun, meski begitu,
dengan segala keberanian yang dimilikinya. Ia berani mengungkapkannya, dan
seperti yang ia duga. Ratu Kalinyamat menolaknya dengan halus. Dan setelah
kejadian itu, tepatnya ketika ia tahu bahwa Ratu kalinyamat telah dipersunting
oleh Pangeran Kalinyamat. Ia pun pergi meninggalkan Kesultanan Demak.
Beberapa tahun pun
berlalu dari kejadian itu. Mendengar kabar bahwa Pangeran Kalinyamat telah
tewas dibunuh oleh orang – orang utusan Arya Penangsang. Dandang Suro
berinisiatif untuk pergi mengunjungi Gunung Danaraja untuk bertemu Ratu
Kalinyamat.
Dalam pertemuan
itu, Dandang Suro mengutarakan niatnya untuk menjadi pembunuh dari Arya
Penangsang. Ia bersedia menuntaskan dendam yang timbul di benak Ratu Kalinyamat
meski tanpa harus diberi imbalan. Mendengar ucapan Dandang Suro, Ratu
Kalinyamat pun terkejut dan masih ragu akan kesanggupan Dandang Suro. Namun
karena paksaan dari Dandang Suro. Akhirnya Ratu Kalinyamat pun merestui Dandang
Suro dalam mengemban tugas membunuh Arya Penangsang.
Lelaki Paseban Agung
Malam ini adalah malam ketiga para prajurit Pajang berada di Kali
Begawan Sore. Namun sudah tiga hari mereka bersiap disana, belum juga nampak
wajah dari Arya Penangsang. Hal itu membuat Ki Ageng Pemanahan menjadi cemas.
Namun hal tersebut dapat terhapus perlahan setelah mendengar penjelasan
strategi dari Ki Juru Martani.
Di keheningan
malam, dengan dipenuhi kebimbangan di benak Arya Penangsang. Ia pun bertemu
dengan Ki Mandraloka, penasihat setianya yang kadang tak pernah diperhatikan.
Dalam pertemuan itu, Ki Mandraloka berusaha untuk meyakinkan Arya Penangsang
bahwa dalam menghadapi semua masalah tidak menggunakan emosi. Ia menghimbau
agar Arya Penangsang tidak menanggapi surat tantangan dari Adipati Hadiwijaya
itu. Namun karena kerasnya watak dari Arya Penangsang. Ia tetap tidak
mengindahkan himbauan dari Ki Mandraloka dan akhirnya melesat pergi dari tempat
tersebut.
Melihat kekerasan
hati dari Arya Penangsang, Ki Mandraloka tidak kehabisan cara. Ia kemudian
menemiu sahabat lamanya yang bernama Giri Panangkaran. Ia meminta tolong kepada
Giri Panangkaran untuk membujuk Arya Penangsang agar tidak menanggapi tantangan
dari Pasukan Pajang. Namun meski telah diungkapkan tentang ramalan dari Giri
Panangkaran kepada Arya Penangsang, bahwa kemungkinan besar Arya Penangsang
akan menemui ajalnya jika menerima tantangan tersebut, tetap saja Arya
Penangsang masih bimbang dan belum yakin akan keputusannya.
Setelah
pertemuannya dengan Ki Mandraloka dan Giri Panangkaran. Arya Penangsang pun
bertemu dengan Ki Botolo. Dalam pertemuan itu, Ki Botolo mengutarakan tentang
ramalannya bahwa apapun yang terjadi di dunia ini, sudah tertulis di langit.
Jadi apapun yang akan diputuskan oleh Arya Penangsang merupakan apa yang telah
tertulis di langit.
Sarindil
Karena Ratu
Kalinyamat harus menepati sumpahnya untuk berpuasa dan berdiam diri di Gunung
Danaraja, maka untuk mendapatkan informasi di luar san Ratu Kalinyamat meminta
Sarindil, salah satu dayangnya untuk melihat keadaan yang ada di sekitar Kali
Begawan Sore. Selain memiliki kecantikan, Sarindil juga memiliki kecerdasan dan
penerjemahan keadaan yang cukup tajam, meskipun dia hanya seorang dayang.
Tibanya di Gunung
Danaraja, Sarindil kemudian mengutarakan apa yang telah ia lihat. Ketika ia
menyampaikan hal tersebut kepada Ratu Kalinyamat, tiba – tiba di luar Laras
Minang mengungkapkan ada orang yang ingin bertemu dengan Ratu Kalinyamat.
Setelah diketahui ternyata seorang itu adalah Ki Botolo. Di Gunung Danaraja, Ki
Botolo hanya berbicara hampir sama dengan apa yang dibicarakannya dengan Arya
Penangsang. Kepada Ratu Kalinyamat ia mengungkapkan tentang kematian dan takdir
dari langit.
Setelah Ki Botolo
ijin pamit untuk undur diri. Beberapa saat kemudian datanglah Ki Mandraloka dan
Giri Panangkaran untuk ingin menghadap kepada Ratu Kalinyamat. Di pertemuan
tersebut. Ki Mandraloka dan Giri Panangkaran mengutarakan maksudnya. Mereka
ingin agar sumpah yang telah dikatakan oleh Ratu Kalinyamat agar dicabut. Namun
menurut Ratu Kalinyamat, meskipun ia mencabut sumpah itu, peperangan tak akan
dapat terelakkan lagi. Karena menurutnya semua telah terlanjur terjadi.
Mendengar hal
tersebut, Ki Mandraloka dan Giri Panangkaran hanya dapat pasrah dengan semua
yang akan terjadi.
Sang Penghuni baru
Hari ini tampak begitu cerah. Pasukan Jipang telah siap di bagian
Timur Kali Begawang Sore. Dan pasukan Pajang telah siap sejak sepekan yang lalu
di bagian Barat kali Begawan Sore. Namun karena belum ada satupun yang memulai.
Maka dengan penuh kepercayaan diri, Ki Ageng panjawi berteriak untuk mengusik
Arya Penangsang. Ia berniat agar Arya Penangsang mau maju sendirian.
Karena teriakan
dari Ki Ageng Panjawi tersebut, lalu Arya Penangsang dengan penuh amarah
menemuinya. Dan mengibaskan keris kiai setan kober miliknya. Ia bertarung dengan
seluruh pasukan Pajang sendirian. Meskipun ia sendirian, Arya Penangsang dapat
dengan mudah mengalahkan seluruh pasukan Pajang. Karena melihat situasi
tersebut, Raden Danang Sutawujaya pun meminta ijin untuk menghadapi Arya
Penangsang. Meski tidak diijinkan. Tapi tetap saja dengan bekal keberanian ia
menantang Arya Penangsang.
Karena
keberuntungan, tiba – tiba Raden Danang Sutrawijaya dapat merobek perut sebelah
kanan Arya Penangsang. Ternyata hal tersebut dapat terjadi karena Gagak Rimang,
kuda dari Arya Penangsang jatuh cinta kepada kuda dari Sutawijaya. Hal tersebut
membuat gerakan Arya Penangsang yang sedang menunggangi kudanya menjadi tidak
terkontrol.
Meski telah robek,
Arya Penangsang masih sanggup untuk bertarung. Ia berusaha mengejar Sutawijaya.
Tanpa diketahuinya, ternyata kerisnya ia lilitkan pada usunya yang terurai
akibat serangan pertama dari Sutawijaya waktu itu. Dan ketika ia ingin
mengibaskan kerisnya. Tanpa disadarinya ia juga telah memotong ususnya sendiri.
Dan tewaslah Arya Penangsang karena kesalahannya sendiri itu.
Suara Tanpa Irama
Kabar kematian Arya Penangsang telah beredar sampai ke Gunung
Danaraja. mendengar hal tersebut, Ratu Kalinyamat merasa sangat bahagia juga
sedih. Ia bahagia karena telah menuntaskan sumpahnya. Namun ia juga sedih
karena harus berpisah dengan dayang – dayangnya. Sesuai dengan janjinya. Jika
Arya Penangsang dapat dibunuh oleh Adipati Hadiwijaya, maka ia dengan sukarela
akan memberikan semua dayangnya kepada Adipati Hadiwijaya.
Namun sebelum hal
tersebut terjadi, ia ingin memastikan bahwa ia akan mendapatkan kepala Arya
Penangsang untuk dijadikan alas kakinya di pesanggrahan. Ternyata hal tersebut
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sunan Kudus ternyata telah lebih dulu
mendapati mayat Arya Penangsang dan telah di kuburkannya. Meski pun kecewa,
dengan sikap Sunan Kudus. tapi Ratu Kalinyamat juga masih dapat bahagia, karena
ia sekarang sudah terbebas dari sumpahnya dan bisa menghirup udara bebas di
luar sana.
Hari perpisahan pun tiba. Dengan penuh isak tangis, Ratu Kalinyamat
pun melepas kepergian para dayangnya. Namun sebelumnya Ratu Kalinyamat meminta
lima dayang untuk menemaninya di pesanggrahan. Karena bagaimanapun ia
membutuhkan beberapa dayang untuk membantunya. Dan Adipati Pajang pun
menyetujuinya.
Kemudian karena
telah meninggalnya Arya Penangsang. Maka hanya Adipati Hadiwijaya lah yang
dapat meneruskan Kesultanan Demak. Oleh karena itu, dipindahkanlah Kesultanan
Demak ke Pajang.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar