Pages

Minggu, 30 November 2014

Sinopsis Novel "Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya"



Judul                           : Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya
Pengarang                   : Dewi Kharisma Michellia
Penerbit                       : PT. Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta, Juni 2013
ISBN                           : 978-979-22-9640-2


Tulisan di kartu pos
            Kau belum pernah mengenalku. Aku juga tak ingin memperkenalkan diri. Aku adalah orang asing yang ingin mengirimkan surat ini kepadamu. Bila kau ingin menyampaikan sesuatu, datanglah pada alamat yang tertera di amplop. Itu alamatku. Aku menemukan surat ini dari anak pemilik toko buku. Ia mengetik ulang dari surat – surat aslinya. Dalam amplop ini juga turut kuselipkan CD berisi satu rekaman suara yang disertakan anak pemilik toko dengan surat – surat ini.
Rekaman Suara dalam Keping CD


            Ketika hidupku hampa oleh semua kehidupan yang kemanusiaan, kau datang dengan penuh keindahan. Namun sekarang, itu semua menjadi mimpi burukku selama bertahun – tahun. Ketika aku terbangun dan meneriakkan namamu, hanya seekor anjing yang menyahut. Bahkan dalam mimpi, kita tak pernah punya kesempatan untuk bicara.
Surat ke – 1
Sejak kecil kita merasa diri kita adalah seorang alien. Karena tak seorang pun dari kita dapat hidup sebagai seorang manusia. Pernah selama bertahun tahun kita selalu hidup bersama dan tak terlepaskan. Di sekolah kau selalu duduk di sampingku, dan kita selalu berebut peringkat satu dan dua. Namun ketika menginjak bangku kuliah, kita telah berbeda. Atau mungkin hanya kau lah yang berubah. Kau telah menjadi manusia. Kau sering membaca koran dan menjadi orang paling sibuk di dunia. Itu membuat kita sudah jarang saling bertemu. Sampai suatu ketika kau kirimkan surat untukku beserta sebuah kebaya cantik. Di surat itu terselip satu undangan pernikahan. Setelah kubaca, ternyata itu pernikahanmu dengan seorang gadis cantik yang pintar. Aku tak tahu bagaimana menunjukkan rasa marah dan cemburu kepadamu. Karena sebelumnya semenjak menjadi mahasiswa, kau memang berubah menjadi tampan dan banyak gadis – gadis yang berada di sampingmu. Hingga kau mulai mengencani satu persatu dari mereka. Dan aku hanya dapat menunggumu hingga kau sadar akan keberadaanku. Namun hingga pernikahanmu, tak sedikit pun kau memandangku sebagai wanita. Kau hanya menganggapku sebagai sahabat di masa kecilmu. Kalau kau perlu tahu, berpuluh – puluh tahun lamanya, bahkan sejak pertama kali bertemu, aku telah memilihmu dalam setiap doaku. Sesuatu yang tak pernah kau ketahui, bahkan hingga hari ini. Dan bila kau suruh aku pergi begitu saja, di usiaku yang lebih dari empat puluh ini, mungkin telah terlambat untuk mencari penggantimu.
Surat ke – 2
            Dua hari lalu aku membeli buku yang dikarang oleh calon istrimu di toko buku langgananku. Buku yang dikarangnya sangat bagus. Bahkan ujar pemilik toko, bahwa buku itu laku keras sejak mulai diterbitkan. Sejak aku bertanya tentang calon istrimu kepada pemilik toko itu, ia sangat antusias menceritakan karya – karya calon istrimu itu. Bahkan dia sangat hafal tentang kehidupan calon istrimu itu. Mungkin memang hebat dia yang akan menjadi istrimu itu. Meski aku iri padanya. Namun dapat pula aku merasa senang. Karena ada orang Indonesia yang berbakat seperti calon istrimu itu. Kepada pemilik toko itu, aku selalu menceritakan tentang dirimu. Dan dirimu sering disebutnya sebagai tuan alien. Di hari itu, aku istirahat sejenak di toko itu karena hujan. Di tokonya, aku diberinya minum dan kami berbicara panjang lebar tentang dirimu calon istrimu, dan tuan pemilik toko. Kami berbincang cukup lama, hingga kuketahui bahwa ia adalah seorang gay. Dulu ia mempunyai seorang suami yang kemudian meninggal. Namun sebelum meninggal, mereka mengadopsi seorang bayi laki – laki yang sekarang ini telah berumur sekitar tiga belas tahun dan membantunya di toko buku. Di sela perbincangan, ia mengundangku untuk datang pada pesta ulang tahunnya besok. Meski merasa malas, namun karena perasaan sungkanku, maka aku mengiyakan undangannya.
Surat ke – 3
            Ketika aku berada di apartemenku. Tiba – tiba pada tengah malam tuan pemilik toko datang dan mengatakan bahwa ia ingin merayakan ulang tahunnya pada saat itu juga. Kutahu bahwa alasannya adalah karena keesokan harinya aku harus menghadiri pernikahanmu. Malam itu tuan pemilik toko mengajakku untuk berbelanja bahan – bahan yang akan dijadikannya makanan di saat pesta. Ketika berbelanja, aku banyak bercerita tentang masa kecilku bersama keluargaku saat di Bali dan Bima. Kuceritakan bahwa ayahku yang satu – satunya orang yang menyayangiku telah meninggal. Dan aku memiliki ibu yang seperti tak menginginkannku hadir dalam hidupnya. Serta kedua kakak perempuanku yang telah mapan dengan dunianya sendiri. meski ibuku tak dapat memasak dengan enak sampai hari ini. Namun karena itu, aku menjadi pandai memasak sendiri, meski tak seenak makanan yang dibuat oleh nenekku yang tinggal di Bima. Setelah lama aku dan tuan pemilik toko memilih bahan. Akhirnya kami pun pulang dan mulai memasak. Tak kuduga ternyata toko sekaligus rumahnya itu dapat disulap menjadi ruangan yang indah. Dengan berbagai macam lampu serta makanan yang terhidang. Pesta pun digelar dengan sejumlah tamu undangan yang diundang secara dadakan.   
Surat ke – 4
            Paginya, setelah pesta ulang tahun tuan pemilik toko. Aku pun pergi untuk menuju ke pesta pernikahanmu. Hampir saja aku ketinggalan pesawat. Namun karena tuan pemilik toko mengantarkanku menggunakan mobilny dengan kencang. Maka sampailah aku di bandara. Beberapa jam kemudian, akhirnya aku sampai. Sengaja aku tak tinggal di rumah keluargaku. Karena dapat kuperkirakan bahwa mereka pasti tak akan bahagia bila aku tinggal disana. Di pestamu aku merasa tak nyaman, tak ada orang yang kukenal kecuali kau dan ayahmu. Di pesta itupun kau hanya berucap sedikit kata kepadaku dengan senyummu yang terlihat begitu bahagia. Dan setelah itu, tak kau hiraukan aku. Mungkin kau sudah memiliki banyak teman yang sama mapan dan cerdasnya sepertimu. Seperti seorang manusia yang sesungguhnya. Di pestamu, kulihat ayahmu sangat kesepian atas kepergian ibumu yang tak kau ceritakan padaku. Melihat itu, aku jadi teringat akan almarhum ayahku. Ia meninggal karena serangan jantung. Sejak ayahku meninggal, aku menjadi semakin tak dianggap oleh ibuku. Ia begitu terpukul oleh kematian ayahku. Sejak saat itu pula aku mengundurkan diri dari universitasku yang ada di yogyakarta. Namun ketika kutahu bahwa ayahku sangat bangga kepadaku karena aku akan segera wisuda. Maka aku memutuskan untuk kuliah lagi di Universitas Atmajaya dengan mengambil jurusan psikologi. Setelah lulus dari universitas, aku banyak ditawari oleh berbagai pekerjaan sebagai seorang pengajar oleh dosenku. Namun karena sifatku ini. Akhirnya aku pun menolaknya. Ijazah yang kudapat dari universitas kukirimkan ke keluarga ayahku. Disana ijazahku dipigura di kamar ayah, terpajang bersebelahan dengan foto keluarga.
Surat ke – 5
            Setelah menghadiri pesta pernikahanmu, aku berjalan – jalan di sekitar jalanan Bali yang sering kulalui bersama ayah dulu. Pernah suatu kali kuhabiskan uang sejutaku hanya untuk membeli makanan. Dan pada saat kutuliskan surat ini untukmu. Aku selalu tak lepas dari berbagai macam cemilan. Kudapat uang itu dari upah hasil kerjaku untuk meliput dan menulis berita. Sebenarnya aku tak begitu suka dengan pekerjaanku. Karena semua harinya hanya dihabiskan dengan rapat saja. Namun karena aku masih waras, maka aku memutuskan untuk tetap bertahan dalam pekerjaanku itu.
Surat ke – 6
            Malam hingga pagi, insomnia yang kualami sejak kuliah, belum juga sembuh waktu itu. Karena pada saat itu aku baru saja meliput tentang ahli forensik. Jadi potongan – potongan tubuhlah yang ada di bayanganku. Sebelumnya, tak pernah kubayangkan bahwa kudapat bekerja di tempat seperti ini. Setiap harinya aku bahkan jarang pulang. Kantor merupakan rumah bagi diriku dan semua rekan – rekanku. Malam itu merupakan malam terberat untuk kita atau mungkin kami. Karena pada masa itu sedang terjadi kerusuhan akibat bergantinya rezim orde lama. Banyak orang yang terbunuh. Tak jarang aku dan rekan – rekanku lah yang bertugas paling berat dalam keadaan seperti itu.
Surat ke – 7
             Ketika aku berada di motel tempatku menginap waktu pernikahanmu, aku bertemu dengan seorang gadis yang sangat ceria. Ia selalu membawa kamera kemana pun ia pergi. Namun pada waktu itu, aku belum sempat kenal lebih jauh dengan dirinya. Karena aku masih sibuk dengan buku – buku bacaanku. Akan tetapi sejak pertama bertemu dengan gadis itu, aku jadi teringat akan masa kecilku ketika di Bali dan Bima. Di Bali, tepatnya di keluarga ayahku, aku selalu di perlakukan tidak baik begi pula dengan ibu dan kedua kakakku. Mereka sangat membenci ibu. Itu dikarenakan ibu berasal dari Bima dan tidak dapat memiliki anak laki – laki. Setelah beberapa tahun tinggal di Bali, akhirnya aku beserta keluargaku pindah ke Bima. Berbeda dengan keluarga ayahku. Di Bima aku mendapatkan banyak kasih sayang dari kakek dan nenekku. Dan di Bima pula kau dan aku pertama kali bertemu.
Surat ke – 8
            Keesokan harinya, aku sempatkan mampir ke sekolah masa kecilku. Melihat tempat itu, aku jadi teringat oleh seorang teman kecilku yang telah meninggal dunia. Kukenal dirinya sebelum mengenalmu. Ia amat cantik dan kita selalu bersama seharian. Namun pada suatu ketika, dalam sebuah permainan. Ia diculik oleh orang asing dan dibunuh. Semua orang menganggap akulah penyebab kematian temanku itu. Oleh karena itu, di Bali aku selalu kesepian karena tidak punya teman. Kemudian di sebuah restoran, secara kebetulan aku bertemu dengan gadis yang kutemui di motel kemarin. Dari caranya berbicara, dia terlihat amat periang. Baru kuketahui, selain suka memotret, ia pun juga suka menggambar. Aku ditunjukkan salah satu sketsanya. Dan setelah kuamati, ternyata gambar itu mirip dengan rumah seorang balian yang pernah kudatangi bersama keluargaku, sepeninggal ayah. Pada saat itu pula kuajaknya untuk datang ke rumah balian itu. Namun di rumah itu tak ada satu pun orang yang tinggal. Akhirnya aku mengajaknya untuk kembali pulang.
Surat ke – 9
            Hari berikutnya, pada siang hari. Aku mengajak gadis itu untuk pergi ke pantai kuta. Disana baru kuceritakan tentang latar belakang keluargaku kepadanya. Ia pun juga menceritakan tentang kehidupannya. Di saat itu pula kusampaikan padanya bahwa hari itu adalah hari terakhirku berada di Bali. Terlihat tak bahagia ketika ia mendengar ucapanku itu. Namun dengan sedikit rayuan, kujanjikan seluruh uang yang kumiliki untuk kuberikan padanya. Ia pun sedikit memberi senyum padaku. Melihat gadis itu, membuatku teringat akan pemahaman kita sewaktu kecil yang hidup sebagai seorang alien.
Surat ke – 10
            Sebelum pulang, kusempatkan untuk menonton sebuah pertunjukkan teater kecil di Bali. Sembari menunggu pentas dimulai, kusempatkan untuk menulis surat – surat ini untukmu.
Surat ke – 11
            Pentas yang kutonton kemarin, mengingatkanku akan kesendirianku. Itu tampak jelas dari cerita dan tokoh – tokoh yang ada. Namun kucoba melupakan segalanya, dan aku mulai tertidur di sebuah motel dekat dengan tempat pertunjukkan teater kemarin. Esok paginya, kuberangkatkan diriku ini ke sebuah bandara. Sebelum naik pesawat, kusempatkan untuk menelfon salah satu kenalanku yang ada di Bali. Kenalanku itu adalah seorang pria yang pernah bersumpah untuk setia menantiku sampai ia mati. Namun pada akhirnya, ketika aku bertemu dengannya. Ia telah menikah dan mempunyai dua orang anak. Pertemuanku dengannya tidak begitu baik. Karena waktu itu aku hanya berniat untuk memojokkannya akibat janjinya kepadaku.
Surat ke – 12
            Baru saja seorang kawan di kantorku mengirimkan pesan singkat, setelah tujuh kali meneleponku. Aku memang tak pernah membawa telepon selulerku kemana pun aku pergi. Setelah kubaca pesannya. Ternyata ia mengatakan bahwa ia akan menjodohkanku dengan seorang pria pilihannya. tanpa kusadari, aku tampak begitu bahagia mengetahuinya. Namun jauh di lubuk hatiku, bagaimana caranya untuk dapat memulai kehidupan dengan jodohku nantinya bila aku tak dapat melupakanmu. Atau aku dapat memulainya dan masih mengenangmu.
Surat ke – 13
            Aku sudah dua belas tahun setia dengan tempat kerjaku, meskipun tak lain banyak yang merasa tak betah dan memutuskan mengundurkan diri. Namun aku tetap setia berada disini. Bukan karena merasa nyaman. Namun itu karena aku sudah dapat mengetahui ritmenya. Hampir seharian, kami yang bekerja disini disibukkan dengan berbagai macam tugas untuk berada pada berita terkini. dan pada saat itu, aku diajak oleh teman – temanku untuk makan bersama di suatu restoran. Baru kusadari bahwa waktu itu pula, aku ada janjian dengan pria yang akan dijodohkan temanku itu padaku. Karena terpaksa, akhirnya kuputuskan untuk bertemu dengan pria itu di restoran tempat kami makan – makan. Pada awal pertemuan, aku dan pria itu belum dapat mengucapkan sepatah katapun yang berarti. Kita hanya saling diam. Dan berakhir dalam keadaan yang tidak memuaskan.
Surat ke – 14
            Sepanjang bulan Desember, kuhabiskan waktuku untuk bersama pria itu. Kami semakin hari semakin akrab. Meskipun pada awalnya kita saling diam dan canggung. Namun sekarang ia telah menjadi dirinya sendiri, begitu pula denganku. Terkadang kami saling bertindak konyol di depan umum. Dan pada suatu hari, tepatnya di Bundaran HI, ia dengan berani menyatakan cintanya padaku.
Surat ke – 15
            Akhir – akhir ini, tuan pemilik toko sering mengantarkanku makanan ke apartemenku. Dan pada saat itu pula ia mulai bertanya tentang kesungguhan hatiku dengan pria itu. Tanpa sengaja, saat tuan pemilik toko mengunjungi apartemenku. Ia melihat tanggal yang aku lingkari merah dan bertuliskan hari ulang tahunku. Seketika tuan pemilik toko memintaku untuk merayakan ulang tahunku. Keesokan harinya. Ia telah siap dengan berbagai daftar makanan dan tamu yang akan diundang.
Surat ke – 16
            Pagi harinya saat hari ulang tahunku, kucium bau karamel dari dapurku. Ternyata tuan pemilik toko sedang membuat roti disana. Setelah kutanyai, baru kutahu bahwa semalaman ternyata tuan pemilik toko tidak tidur. Ia amat senang memasak dan perayaan – perayaan. Di pesta ulang tahunku, sengaja tak kupanggil banyak orang, hanya beberapa teman sekantorku. Dan tak lupa kuundang kekasihku pula. Di pesta tuan pemilik toko kukenalkan dengan kekasihku. Dan setelah mereka berdua berbincang – bincang. Kulihat wajah bahagia dari tuan pemilik toko setelah berkenalan dengan kekasihku itu.
Surat ke – 17
            Aku tak ingin semua surat – suratku menjadi buku harian untukmu. Sebenarnya ingin segera kukirimkan surat – surat ini padamu. Akan tetapi aku hanya saja sedang menunggu waktu yang tepat. Menurutku aku harus segera melupakanmu. Karena sebentar lagi aku akan hidup dengan kekasihku itu. Dengan kekasihku, kuceritakan semua kisah – kisah cintaku. Hingga pada salah satu ceritaku, ia merasa lucu. Dulu sewaktu aku tinggal di Prancis. Aku pernah bertemu dengan seorang pria yang kusukai. Aku dan pria prancis itu sempat menjalin kasih. Namun pada suatu ketika baru kuketahui bahwa ia adalah biseksual. Seketika itu kuputuskan untuk kembali ke Indonesia dan melupakannya.
Surat ke – 18
            Sepanjang bulan Desember, kuhabiskan waktuku dengan kekasihku untuk pergi ke Yogyakarta. Untuk menuju ke Yogyakarta kami hanya berkendara menggunakan vespa tua miliknya. Di sepanjang jalan ia selalu bercerita. Dan sesampainya di Yogyakarta, kami menumpang di sebuah rumah milik teman kekasihku. Di sana aku cukup bersenang – senang dengan mereka.
Surat ke – 19
            Pagi ini, ibuku meneleponku. Awalnya aku merasa curiga kenapa setelah sekian lama baru sekarang ia meneleponku. Ternyata ia menelepon punya maksud tertentu. Ia menyuruhku untuk menjadi pagar ayu di pernikahan adik angkatku. Aku memiliki adik angkat sejak ayahku meninggal. Ibu mengadopsi anak laki – laki beragama islam. Sama seperti agama ibu. Anak itu tumbuh dengan baik dan penurut. Dan sekarang ia telah menjadi seniman yang telah melanglang buana di seluruh penjuru dunia.
Surat ke – 20
            Karena permintaan ibu untuk menjadikanku pagar ayu di pernikahan adik angkatku. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil cuti di kantor selama sepekan. Tak lupa kuajak kekasihku pula untuk kukenalkan dengan keluarga besarku. Di pesta itu, kuketahui bahwa ibu tidak terlalu suka dengan kekasihku. Hingga pada suatu ketika ibuku memainkan piano. Meskipun permainan piano ibu tidak begitu buruk. Namun secara berani kekasihku datang menghampirinya dan mencoba untuk memainkannya. Tanpa kuduga ternyata permainan piano kekasihku itu jauh lima kali lipat lebih bagus dari permainan piano ibu. Itu membuat ibu menangis dan mulai senang dengan kekasihku itu.
Surat ke – 21
            Akhir – akhir ini, aku sering sakit – sakitan. Selain demam dan batuk – batuk. Terkadang aku juga muntah – muntah. Kekasihku sendiri pada saat ini sedang mengantarkan muridnya ke Prancis untuk mengikuti sebuah lomba. Karena kesehatanku ini, membuat tuan pemilik toko jadi sering mengunjungiku. Ia sering memasakan makanan penunjang stamina untukku. Namun pada saat itu, aku sedikit mengalami pertengkaran dengan tuan pemilik toko. Kami hanya meributkan tentang kehidupan yang ada di perkotaan. Semua serba instan dan tak teratur. Tak jarang banyak diantaranya yang dengan mudah dapat sakit dan ujungnya meninggal dunia.
Surat ke – 22
            Suatu hari pada masa kecilku, aku pernah memimpikan tentang kiamat. Dan kupikir kiamat itu akhirnya kan menimpaku. Keesokan harinya, baru kuketahui bahwa aku telah mengidap kanker paru – paru, dan telah tumbuh benjolan – benjolan kecil di sekitar tenggorokan bagian kananku. Dokter telah menganjurkanku untuk operasi, namun aku menolaknya. Karena dengan jalan operasi aku bisa saja kehilangan pita suaraku. Penyakit ini membuatku teringat pada teman sekantorku dulu yang pernah mengidap penyakit kanker payudara dan akhirnya meninggal karena penyakit itu.
Surat ke – 23
            Setelah kuketahui tentang penyakit kankerku ini yang telah mencapai stadium 4, membuatku menjadi sedih dan ingin menyendiri. Aku ingin menyendiri ke suatu tempat yang tidak tertera dalam peta. Aku menjadi semakin puruk ketika kekasihku sendiri sampai saat ini belum menghubungiku. Meskipun kucoba untuk selalu berpikiran posotif, namun perasaan cemas selalu tertanam di benakku. Mungkin itu timbul karena sampai saat ini belum ada satupun orang yang dapat kuajak cerita tentang penyakitku ini.
Surat ke – 24
            Malam ini aku diajak bertemu di sebuah restoran dengan dokterku dan kekasihku. Atau mungkin bisa kupanggil mantan kekasih. Sudah setahun ini aku tidak bertemu dengan mantan kekasihku itu semenjak ia memutuskanku di telepon seluler. Ia mgatakan bahwa ia telah berselingkuh dengan muridnya. Dan sekarang ia telah menikah dengan muridnya itu. Di restoran, dokter dan mantan kekasihku itu hanya memintaku untuk segera operasi. Karena menurut mereka, itulah satu – satunya cara untuk menanggulangi penyakitku ini. Akhirnya karena paksaan dari mereka, aku menyetujui untuk melakukan operasi.
Surat ke – 25
            Pagi ini, aku sedang menunggu mantan kekasihku di sebuah kedai kopi. Sembari menunggu, kusempatkan untuk menulis surat kepadamu. Kuajaknya bertemu di kedai ini, karena semenjak pertemuan kami di restoran bersama dokter itu. Ia selalu mencoba menemuiku dan menghubungiku. Namun aku selalu menolaknya. Karena bagaimanapun juga ia telah memiliki istri dan seorang anak. Aku tidak bisa melihatnya masih mengharapkan wanita berpenyakitan sepertiku ini.
Surat ke – 26
            Operasi pembedahan tumorku berjalan lancar. Dan aku tidak kehilangan pita suaraku. Aku menginap di rumah sakit hampir sepekan, namun belum juga dapat kulihat wujud mantan kekasihku itu yang sebulan yang lalu selalu mencariku. Di rumah sakit, aku selalu dijenguk oleh tuan pemilik toko. Setiap pagi ia selalu mengantarkan makanan atau hanya sekedar berbincang – bincang denganku. Entah dimulai darimana, namun kurasa aku dan tuan pemilik toko makin akrab. Mungkin karena rasa kesepian yang sama – sama kita rasakan.
Surat ke – 27
            Kurasa aku telah sepenuhnya kehilangan semangat untuk hidup. Malam itu, aku bermimpi buruk. Mimpi itu mengajakku ke suatu tempat yang memposisikanku menjadi manusia satu – satunya yang ada. Dalam mimpiku, aku hampir mati. Dan setelah terbangun. Kudapati aku telah berada di ranjang yang berada di apartemenklu.
Surat ke – 28
            Ternyata, baru kuketahui bahwa operasi pembedahan tumorku yang telah mereka lakukan dua bulan yang lalu tak membuahkan hasil. Kini penyakitku itu justru akan berkembang menjadi pembentukan – pembentukan tumor di bagian tubuhku yang lain. Dokter memintaku untuk kembali datang untuk melakukan biopsi. Namun bukannya aku datang ke rumah sakit. Aku malah berjalan tidak jelas di jalanan. Sempat terpikir olehku untuk menabrakkan diriku pada truk yang melintas. namun itu percuma saja. Sampai kapanpun aku tetaplah seorang yang penyendiri.
Surat ke – 29
            Kau tahu mengapa ketika kita lahir kita tidak langsung menjadi diri kita sendiri ? kau harus melalui sekian proses untuk menjadi dirimu yang sekarang. Kuketahui bahwa dirimu dulu adalah masih bocah lelaki polos yang selalu mengggap kita adalah seorang alien. Namun sekarang kuketahui bahwa kau telah berubah menjadi pribadi yang berbeda dari dulu yang kukenal. Kau bukan alien. Sekarang kau telah menjadi manusia.
Surat – 30
            Maaf bila aku menulis hal – hal aneh padamu. Namun itulah diriku. Aku merasa berada di dunia mimpi. Hal tersebut terpikir olehku sejak ayahku meninggal dunia. Kurasa dunia nyataku telah tiada. Sampai sekarang yang kurasakan hanyalah dunia mimpi. Dan aku adalah penghuni dunia ini. Sementara mereka adalah tokoh – tokoh yang sedang bermimpi.
Surat ke – 31
            Bila ayahku masih hidup. Mungkin sekarang umurnya sudah mencapai 71 tahun. Dan tahun ini menjadi ulang tahun emas bagi ibu dan ayahku. Dulu sewaktu ayah masih hidup, aku selalu diajaknya pergi untuk membeli kado bagi ulang tahun pernikahan mereka. Selain itu, sepanjang libur akhir pekan aku selalu diajaknya untuk jalan – jalan ke Bima. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Meskipun itu hanya sekedar memancing atau melihat pacuan kuda
Surat ke – 32
            Kuharap ketika kuterbangun dari tidurku, kau sudah berada di sampingku dan tak akan pergi lagi. Namun kenyataannya tidak. Yang berda di sampingku adalah tuan pemilik toko yang sedang menjagaku seharian. Mungkin kemarin aku terserang demam. Karena di dahiku ada handuk basah yang menempel. Aku sadar bahwa sekarang aku tak akan dapat bertemu denganmu lagi. Kuketahui kau memiliki anak laki – laki dari sekuel yang ditulis istrimu itu. Meski merasa iri, namun aku cukup bahagia.
Surat ke – 33
            Jeda memberi kesempatan tumbuh dan berkembangnya suatu hubungan, lebih – lebih hubungan asmara. Namun jarak yang begitu jauh di antara kita, malah justru memutus keterhubungan. Mungkin jika bisa kuberikan judul surat – suratku ini. Aku akan memberikannya judul “Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya.” Kau tahu saat ini aku sedang kabur dari rumah sakit. Dengan sembunyi aku menaiki bus arah puncak. Di tempat ini aku merasa sedikit tenang. Udara yang sejuk membuatku merasa nyaman untuk mengenangmu. Teman baikku yang telah menjadi manusia.
Surat ke – 34
            Setiap hariku hanya kuhabiskan dengan bermimpi tentang hal – hal yang aneh. Dalam mimpiku kusadari bahwa aku telah menua tanpa satupun mimpiku dapat kuraih. Seluruh hidupku hanya kuhabiskan dengan mengenangmu tanpa melakukan sesuatu hal yang istimewa. Bahkan semua uang gajiku hanya kupergunakan untuk membeli buku dan sisanya habis untuk biayaku berobat.
Surat ke – 35
            Kita terakhir kali bertemu pada suatu pesta topeng, sampai akhirnya kau mengundangku pada pesta pernikahanmu. Pada malam penyambutan mahasiswa baru itu, yaitu pada saat pesta topeng. Kuharap malam itu tidak akan pernah berakhir. Kuharap kita akan selamanya bersama, meski wajah kita tertutup oleh topeng. Sekarang, rasanya semua masih samar – samar saat kucoba mengingat masa – masa itu lagi. Aku agak samar untuk mengingat bagaimana suaramu dan tatapan matamu padaku waktu itu. Dan tuan alien, sampai ketemu di pesta lain. Karena kita adalah wujud – wujud wajah yang imortal. Selamanya hidup di dunia dan hadir di pesta – pesta.
Surat ke – 36
            Hari ini aku meminta anak tuan pemilik toko untuk menuliskan surat yang kutujukan kepadamu. Kuminta dia untuk menulis karena sekarang aku sudah tak sanggup lagi untuk menulis. Bahkan hanya membaca surat – surat yang telah aku tulis untukmu saja aku tak mampu. Jadi, kuminta anak tuan pemilik toko untuk membantuku. Meski sebenarnya sekarang tuan pemilik toko sedang marah kepadaku karena aku dalam keadaan seperti ini masih bersikeras untuk menulis surat padamu.
Surat ke – 37
            Apa kabarmu ? seharian ini aku banyak tersenyum. Mungkin itu karena hari ini merupakan hari ulang tahunmu. Namun hari ini aku merasa bahwa ini adalah surat terakhirku. Dan hari ini pula hari terakhirku. Tuan alien, kau tahu ? aku sangat bahagia bila hari ini aku dapat mati. Karena kau tak akan susah mengingatnya. Kau akan mengingatku di setiap tiupan lilinmu itu. Dan jika kau tanya apa aku takut pada hari kematianku ? jawabannya adalah iya. Hari ini aku begitu takut. Namun mungkin ketika aku mati nanti, aku akan kembali ke planet kita. Apakah kau ingin menitipkan salam pada mereka teman – teman kita di planet itu ?. terakhir, maukah kau menyimpan abu jenazahku saat aku telah dikremasi nanti tuan alien ?. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar