Pages

Minggu, 30 November 2014

Ulasan Kumpulan Cerpen "Sagra"



Judul                           : Sagra
Pengarang                   : Oka Rusmini
Penerbit                       : Diterbitkan pertama kali  oleh Indonesia Tera, 2001
                                      Diterbitkan kembali oleh PT Grasindo, anggota Ikapi, Jakarta,  2013
ISBN                           : 978-979-081-923-8

                Kumpulan cerpen Sagra merupakan kumpulan cerpen yang semua ceritanya bertempat di Bali, dimana dalam setiap kisahnya kebanyakan menceritakan tentang perempuan. Cerpen – cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Sagra ini berjumlah 12 judul cerpen yang antara lain cerpen berjudul “Esensi Nobelia” yang bercerita tentang keluhan seorang istri penyair yang menganggap bahwa suaminya tidak dapat menghidupinya dengan anaknya yang bernama Nobelia dengan hanya menjadi seorang penyair. Kemudian cerpen berjudul “kakus” yang bercerita tentang seorang wanita yang tidak tahan dengan kehidupan suami dan anaknya yang tidak melihat kenyataan namun selalu berkhayal dengan huruf – huruf.
Serta ada pula cerpen berjudul “Putu Menolong Tuhan” yang bercerita tentang ketidakpahaman seorang bocah mengenai maksud kata – kata menolong Tuhan. Sehingga dia mendorong neneknya ke dalam sumur, karena neneknya sering berbuat jahat kepada ibunya. Ia beranggapan bahwa ia sedang menolong Tuhan. Dan banyak lagi cerita yang lain.  Sementara itu ada pula cerpen yang mengulas pada masa penjajahan, yaitu pada cerpen yang berjudul “Pesta Tubuh” dan “Api Sita”. Di kedua cerpen tersebut mengisahkan tentang perempuan – perempuan Indonesia yang dipaksa untuk melayani tubuh para penjajah. Tak jarang dari mereka yang masih berumur belasan tahun.  Cerpen Sagra ini termasuk dalam cerpen dewasa, karena selain kisahnya yang bercerita mengenai kehidupan orang – orang dewasa, dalam kumpulan cerpen ini juga menggunakan kata – kata yang mengandung unsur kedewasaan. Misalnya pada cerpen berjudul “ Pesta Tubuh “, dalam cerita tersebut menyebutkan kata – kata seperti berikut itulah yang terjadi setiap malam. Kami anak – anak perempuan di bawah lima belas tahun, dihabisi di tempat tidur,. Harus melayani sepuluh sampai lima belas laki – laki, bahkan kadang lebih setiap hari. Tubuh – tubuh kecil kami ditelanjangi, diikat, dihirup, digigiti, ditusuk berkali – kali. Laki – laki kuning langsat itu menyantap tubuh kami dengan rakusnya. Bahkan setiap cairan di tubuh kami diteguknya.
            Sagra merupakan salah satu judul dari cerpen yang ada dalam buku kumpulan cerpen tersebut. Sagra dijadikan sebagai judul buku karena ceritanya yang menarik dan mengandung pesan kepada setiap pembacanya. Cerpen yang berjudul Sagra ini memiliki alur maju mundur. Sagra menceritakan tentang kisah percintaan yang terjadi dalam perbedaan kasta di Bali. Karena perbedaan kasta tersebut, maka terjadi kemelut dalam dua keluarga, yaitu keluarga kasta sudra dan kasta brahmana. Dikisahkan bahwa Sagra adalah nama dari salah satu tokoh dalam cerita tersebut. Dalam cerita awal dikisahkan bahwa terdapat bocah kecil keturunan brahmana yang meninggal dalam sebuah bak mandi, ia adalah anak kedua dari Cemeti, yaitu anak dari Pidada, keluarga keturunan brahmana. Setelah kematian dari anaknya, kemudian Cemeti bunuh diri dengan meminum racun. Sementara anak pertama dari Cemeti adalah Yoga, anak laki – laki berusia tiga tahun yang cemburu dengan kelahiran adiknya. Dan tokoh Sagra adalah orang sudra yang menjadi pengasuh anak dalam keluarga brahmana [ keluarga Pidada ] tersebut. Diceritakan bahwa Sagra merupakan anak dari Sewir yang merupakan teman dari Pidada. Ayah Sagra yaitu Jegog, telah meninggal dunia ketika Sagra masih dalam kandungan. Ia ditemukan tewas di kali Badung. Sementara itu, setelah kematian Jegog, selang beberapa tahun. Suami dari Pidada juga meninggal di kali Badung. Tidak hanya mereka berdua, orang tua dari Jegog pada masa lalu juga ditemukan meninggal di kali Badung. Warga desa menduga semua kejadian itu terjadi karena kutukan. Jadi  warga selalu mengadakan upacara pembersihan di kali Badung dengan semua biaya ditanggung oleh Pidada. Sebab Pidada merupakan keluarga brahmana yang paling kaya di desa tersebut. Ketika Sagra diminta ibunya untuk pertama kalinya menjadi pelayan di keluarga brahmana atau dalam cerpen tersebut disebut dengan griya [ rumah keluarga brahmana ], Sagra sempat menolaknya. Karena menurutnya hidup sederhana dengan ibunya dengan hanya menanam tanaman di ladang peninggalan almarhum ayahnya sudah cukup baginya, daripada harus tinggal di rumah besar namun menjadi seorang pelayan. Namun ia pun menuruti keinginan ibunya tersebut. Ia menjadi pelayan di rumah Pidada. Meski Pidada terlihat seperti orang yang tidak bersahabat, namun di griya, Sagra merasa cukup bahagia. Karena ia merasa seperti dalam rumahnya sendiri. Entah perasaan apa yang Sagra rasakan, padahal dirinya adalah seorang sudra. Beberapa bulan kemudian dari Sagra menjadi pelayan di keluarga brahmana, ibunya, Sewir meninggal dunia. Segala upacara kematian untuk Sewir, atau upacara ngaben ditanggung oleh Pidada.
Meski di dalam cerita Sagra tidak mengetahui fakta yang sebenarnya. Namun penulis mengajak pembaca untuk mengetahui fakta yang ada dalam cerita Sagra tersebut. sebenarnya ayah dari Sagra adalah seorang pria keturunan brahmana, yang tak lain adalah suami dari Pidada. Dan ayah dari Cemeti adalah Jegog, yang merupakan suami dari Sewir. Karena perbedaan kasta. Maka Jegog tidak dapat menikah dengan Pidada. Begitu pula dengan Sewir yang tidak dapat menikah dengan pria keturunan brahmana tersebut. Rahasia di antara keempatnya tertutup rapat sampai kematian menjemput Jegog, suami Pidada dan Sewir. Dan tinggallah Pidada yang menyembunyikan segala rahasia tersebut.
Dan cerita tambahan dalam cerpen ini adalah kematian dari anak kedua Cemeti. Meski secara tersirat, namun diungkapkan bahwa Yoga yang telah mendorong adiknya hingga masuk dalam bak mandi dan meninggal.  Pidada paham bahwa segala kematian yang ada di kali badung, kematian cucunya di bak mandi dan kematian anaknya Cemeti merupakan kutukan bagi dosa mereka berempat.
            Pesan yang terkandung dalam cerpen ini adalah, bahwa segala macam dosa yang telah dilakukan, pasti ada balasannya. Cerpen tidak hanya menyuguhkan tentang kumpulan kisah – kisah dari masyarakat Bali, namun juga memberikan pengetahuan tentang bahasa – bahasa yang ada di Bali. Seperti berikut ini :
Ø  Aji untuk sebutan ayah atau bapak
Ø  Meme untuk sebutan ibu
Ø  Griya untuk sebutan rumah yang ditinggali keluarga brahmana
Ø  Ida ayu untuk sebutan perempuan yang berkasta brahmana
Ø  Jero adalah gelar bagi wanita sudra yang menikahi pria brahmana
Ø  Tugus untuk panggilan bagi anak laki – laki kasta brahmana oleh orang yang lebih rendah kastanya. Dan lain sebagainya

Cerpen ini bercerita mengenai kehidupan sehari – hari yang hidup dalam jaman dulu. Itu dapat dilihat dari masih adanya sistem kasta di Bali dalam cerita yang ada di kumpulan cerpen tersebut. Sekarang, sistem kasta di Bali sudah jarang untuk dipergunakan. Karena bertentangan dengan hak asasi manusia.
Bahasa yang digunakan pada kumpulan cerpen ini merupakan bahasa yang agak sulit dipahami karena kebanyakan menggunakan bahasa perumpamaan atau istilah, seperti pada kutipan beberapa kalimat berikut ini Sita sangat menyukai permainan itu. Baginya, berada di antara para perempuan muda itu membuatnya bersemangat. Dan yang terpenting, dia mulai memahami arti satu demi satu potongan tubuh barunya. Sebuah gunung kecil di dadanya dengan batu kecil yang selalu tegak bila diusapnya. Bongkahan bunga kecil yang di selakangannya selalu lapar pada malam hari. Bunga itu akan merekah, mengalirkan air berwarna putih setiap tangannya menggosoknya. Kenikmatan yang luar biasa memandikan syaraf otaknya. Dari kutipan tersebut terdapat kalimat sebuah gunung kecil di dadanya dengan batu kecil yang selalu tegak bila diusapnya, pada kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa gunung kecil di dadanya adalah perumpamaan dari payudara dan batu kecil yang selalu tegak bila diusapnya adalah puting dari payudara. Selain itu terdapat pula kalimat bongkahan bunga di selakangannya selalu lapar pada malam hari, pada kalimat tersebut, mengisyaratkan bahwa bongkahan bunga adalah alat kelamin dari wanita.
Alur cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen ini kebanyakan menggunakan alur maju mundur, dengan pola yang sedikit rumit. Selain alur, Sudut pandang yang digunakan pada beberapa cerpen terkadang berubah. Dalam satu cerpen dapat menggunakan dua sudut pandang. Tokoh – tokoh yang digambarkan pun kebanyakan memiliki watak yang rumit atau terkadang aneh. Seperti yang terdapat pada cerpen berjudul “Esensi Nobelia” pada tokoh Nobelia, semenjak keinginannya tidak dapat dituruti oleh orang tuanya karena mereka tidak memiliki uang. Nobelia menjadi tidak mau makan ataupun sembahyang. Karena ia telah mengesensikan kegiatan tersebut dalam otaknya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar