Judul :
Sagra
Pengarang :
Oka Rusmini
Penerbit :
Diterbitkan pertama kali oleh Indonesia
Tera, 2001
Diterbitkan kembali oleh PT Grasindo, anggota
Ikapi, Jakarta, 2013
ISBN :
978-979-081-923-8
Kumpulan
cerpen Sagra merupakan kumpulan cerpen yang semua ceritanya bertempat di Bali,
dimana dalam setiap kisahnya kebanyakan menceritakan tentang perempuan. Cerpen
– cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Sagra ini berjumlah 12 judul
cerpen yang antara lain cerpen berjudul “Esensi Nobelia” yang bercerita tentang
keluhan seorang istri penyair yang menganggap bahwa suaminya tidak dapat
menghidupinya dengan anaknya yang bernama Nobelia dengan hanya menjadi seorang
penyair. Kemudian cerpen berjudul “kakus” yang bercerita tentang seorang wanita
yang tidak tahan dengan kehidupan suami dan anaknya yang tidak melihat
kenyataan namun selalu berkhayal dengan huruf – huruf.
Serta ada pula cerpen
berjudul “Putu Menolong Tuhan” yang bercerita tentang ketidakpahaman seorang
bocah mengenai maksud kata – kata menolong Tuhan. Sehingga dia mendorong
neneknya ke dalam sumur, karena neneknya sering berbuat jahat kepada ibunya. Ia
beranggapan bahwa ia sedang menolong Tuhan. Dan banyak lagi cerita yang lain. Sementara itu ada pula cerpen yang mengulas
pada masa penjajahan, yaitu pada cerpen yang berjudul “Pesta Tubuh” dan “Api
Sita”. Di kedua cerpen tersebut mengisahkan tentang perempuan – perempuan
Indonesia yang dipaksa untuk melayani tubuh para penjajah. Tak jarang dari
mereka yang masih berumur belasan tahun.
Cerpen Sagra ini termasuk dalam cerpen dewasa, karena selain kisahnya
yang bercerita mengenai kehidupan orang – orang dewasa, dalam kumpulan cerpen
ini juga menggunakan kata – kata yang mengandung unsur kedewasaan. Misalnya
pada cerpen berjudul “ Pesta Tubuh “, dalam cerita tersebut menyebutkan kata –
kata seperti berikut itulah yang terjadi
setiap malam. Kami anak – anak perempuan di bawah lima belas tahun, dihabisi di
tempat tidur,. Harus melayani sepuluh sampai lima belas laki – laki, bahkan
kadang lebih setiap hari. Tubuh – tubuh kecil kami ditelanjangi, diikat,
dihirup, digigiti, ditusuk berkali – kali. Laki – laki kuning langsat itu
menyantap tubuh kami dengan rakusnya. Bahkan setiap cairan di tubuh kami diteguknya.
Sagra
merupakan salah satu judul dari cerpen yang ada dalam buku kumpulan cerpen
tersebut. Sagra dijadikan sebagai judul buku karena ceritanya yang menarik dan
mengandung pesan kepada setiap pembacanya. Cerpen yang berjudul Sagra ini
memiliki alur maju mundur. Sagra menceritakan tentang kisah percintaan yang
terjadi dalam perbedaan kasta di Bali. Karena perbedaan kasta tersebut, maka
terjadi kemelut dalam dua keluarga, yaitu keluarga kasta sudra dan kasta
brahmana. Dikisahkan bahwa Sagra adalah nama dari salah satu tokoh dalam cerita
tersebut. Dalam cerita awal dikisahkan bahwa terdapat bocah kecil keturunan
brahmana yang meninggal dalam sebuah bak mandi, ia adalah anak kedua dari
Cemeti, yaitu anak dari Pidada, keluarga keturunan brahmana. Setelah kematian
dari anaknya, kemudian Cemeti bunuh diri dengan meminum racun. Sementara anak
pertama dari Cemeti adalah Yoga, anak laki – laki berusia tiga tahun yang
cemburu dengan kelahiran adiknya. Dan tokoh Sagra adalah orang sudra yang
menjadi pengasuh anak dalam keluarga brahmana [ keluarga Pidada ] tersebut.
Diceritakan bahwa Sagra merupakan anak dari Sewir yang merupakan teman dari Pidada.
Ayah Sagra yaitu Jegog, telah meninggal dunia ketika Sagra masih dalam
kandungan. Ia ditemukan tewas di kali Badung. Sementara itu, setelah kematian
Jegog, selang beberapa tahun. Suami dari Pidada juga meninggal di kali Badung.
Tidak hanya mereka berdua, orang tua dari Jegog pada masa lalu juga ditemukan
meninggal di kali Badung. Warga desa menduga semua kejadian itu terjadi karena
kutukan. Jadi warga selalu mengadakan
upacara pembersihan di kali Badung dengan semua biaya ditanggung oleh Pidada.
Sebab Pidada merupakan keluarga brahmana yang paling kaya di desa tersebut. Ketika
Sagra diminta ibunya untuk pertama kalinya menjadi pelayan di keluarga brahmana
atau dalam cerpen tersebut disebut dengan griya [ rumah keluarga brahmana ],
Sagra sempat menolaknya. Karena menurutnya hidup sederhana dengan ibunya dengan
hanya menanam tanaman di ladang peninggalan almarhum ayahnya sudah cukup
baginya, daripada harus tinggal di rumah besar namun menjadi seorang pelayan. Namun
ia pun menuruti keinginan ibunya tersebut. Ia menjadi pelayan di rumah Pidada.
Meski Pidada terlihat seperti orang yang tidak bersahabat, namun di griya, Sagra merasa cukup bahagia.
Karena ia merasa seperti dalam rumahnya sendiri. Entah perasaan apa yang Sagra
rasakan, padahal dirinya adalah seorang sudra. Beberapa bulan kemudian dari
Sagra menjadi pelayan di keluarga brahmana, ibunya, Sewir meninggal dunia. Segala
upacara kematian untuk Sewir, atau upacara ngaben
ditanggung oleh Pidada.
Meski di dalam cerita
Sagra tidak mengetahui fakta yang sebenarnya. Namun penulis mengajak pembaca
untuk mengetahui fakta yang ada dalam cerita Sagra tersebut. sebenarnya ayah
dari Sagra adalah seorang pria keturunan brahmana, yang tak lain adalah suami
dari Pidada. Dan ayah dari Cemeti adalah Jegog, yang merupakan suami dari
Sewir. Karena perbedaan kasta. Maka Jegog tidak dapat menikah dengan Pidada.
Begitu pula dengan Sewir yang tidak dapat menikah dengan pria keturunan
brahmana tersebut. Rahasia di antara keempatnya tertutup rapat sampai kematian
menjemput Jegog, suami Pidada dan Sewir. Dan tinggallah Pidada yang
menyembunyikan segala rahasia tersebut.
Dan cerita tambahan dalam
cerpen ini adalah kematian dari anak kedua Cemeti. Meski secara tersirat, namun
diungkapkan bahwa Yoga yang telah mendorong adiknya hingga masuk dalam bak
mandi dan meninggal. Pidada paham bahwa
segala kematian yang ada di kali badung, kematian cucunya di bak mandi dan
kematian anaknya Cemeti merupakan kutukan bagi dosa mereka berempat.
Pesan yang terkandung dalam cerpen
ini adalah, bahwa segala macam dosa yang telah dilakukan, pasti ada balasannya.
Cerpen tidak hanya menyuguhkan tentang kumpulan kisah – kisah dari masyarakat
Bali, namun juga memberikan pengetahuan tentang bahasa – bahasa yang ada di
Bali. Seperti berikut ini :
Ø Aji
untuk sebutan ayah atau bapak
Ø Meme
untuk sebutan ibu
Ø Griya
untuk sebutan rumah yang ditinggali keluarga brahmana
Ø Ida
ayu untuk sebutan perempuan yang berkasta brahmana
Ø Jero
adalah gelar bagi wanita sudra yang menikahi pria brahmana
Ø Tugus
untuk panggilan bagi anak laki – laki kasta brahmana oleh orang yang lebih
rendah kastanya. Dan lain sebagainya
Cerpen ini
bercerita mengenai kehidupan sehari – hari yang hidup dalam jaman dulu. Itu
dapat dilihat dari masih adanya sistem kasta di Bali dalam cerita yang ada di
kumpulan cerpen tersebut. Sekarang, sistem kasta di Bali sudah jarang untuk
dipergunakan. Karena bertentangan dengan hak asasi manusia.
Bahasa yang
digunakan pada kumpulan cerpen ini merupakan bahasa yang agak sulit dipahami
karena kebanyakan menggunakan bahasa perumpamaan atau istilah, seperti pada
kutipan beberapa kalimat berikut ini Sita sangat menyukai permainan itu.
Baginya, berada di antara para perempuan muda itu membuatnya bersemangat. Dan yang terpenting, dia mulai memahami arti
satu demi satu potongan tubuh barunya. Sebuah gunung kecil di dadanya dengan
batu kecil yang selalu tegak bila diusapnya. Bongkahan bunga kecil yang di
selakangannya selalu lapar pada malam hari. Bunga itu akan merekah, mengalirkan
air berwarna putih setiap tangannya menggosoknya. Kenikmatan yang luar biasa
memandikan syaraf otaknya. Dari kutipan tersebut terdapat kalimat sebuah
gunung kecil di dadanya dengan batu kecil yang selalu tegak bila diusapnya,
pada kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa gunung kecil di dadanya adalah
perumpamaan dari payudara dan batu kecil yang selalu tegak bila diusapnya
adalah puting dari payudara. Selain itu terdapat pula kalimat bongkahan bunga
di selakangannya selalu lapar pada malam hari, pada kalimat tersebut,
mengisyaratkan bahwa bongkahan bunga adalah alat kelamin dari wanita.
Alur cerita yang
terdapat dalam kumpulan cerpen ini kebanyakan menggunakan alur maju mundur,
dengan pola yang sedikit rumit. Selain alur, Sudut pandang yang digunakan pada
beberapa cerpen terkadang berubah. Dalam satu cerpen dapat menggunakan dua
sudut pandang. Tokoh – tokoh yang digambarkan pun kebanyakan memiliki watak
yang rumit atau terkadang aneh. Seperti yang terdapat pada cerpen berjudul “Esensi
Nobelia” pada tokoh Nobelia, semenjak keinginannya tidak dapat dituruti oleh
orang tuanya karena mereka tidak memiliki uang. Nobelia menjadi tidak mau makan
ataupun sembahyang. Karena ia telah mengesensikan kegiatan tersebut dalam
otaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar